Jakarta – Sisal (Agave sisalana) dikenal sebagai penghasil serat alami di Indonesia. Mahasiswa dari Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia (UI), mengembangkan serat sisal menjadi bahan alternatif interior pesawat. Tanaman ini pernah dikembangkan di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa tahun lalu dalam skala yang terbatas.
Laman resmi Universitas Indonesia (UI) menyebutkan lima mahasiswa yang tergabung dalam tim Kutech Engineering itu berhasil menciptakan inovasi material pesawat terbang yang berkelanjutan. Pilihan pada material alami serat sisal atau sisal fiber itu karena lebih ramah lingkungan untuk menggantikan penggunaan karbon dan kaca pada bagian interior pesawat.
Baca : Korban Pertama Rabies di Timor Leste, NTT Alami Kesulitan Pengendalian
Josiah Enrico Syefatiawan, salah seorang anggota tim, mengatakan ide tersebut didorong untuk mengembangkan teknologi yang mendukung keberlanjutan dalam industri penerbangan. Selain dimanfaatkan secara tradisional, sisal fiber memiliki potensi sebagai material dalam industri pesawat terbang dan otomotif.
“Kami mencari solusi alternatif dalam material pesawat dengan memanfaatkan bahan alam seperti sisal fiber yang memiliki potensi sebagai penguat untuk komposit polimer,” ujarnya belum lama ini.
Seperti diketahui, sisal merupakan tanaman penghasil serat alam yang sangat potensial dengan keunggulan serat yang kuat, tahan terhadap kadar garam tinggi, dapat diperbaharui, dan ramah lingkungan. Awalnya, serat sisal banyak digunakan untuk membuat tali-temali, seperti tali pengikat daun tembakau di Madura dan karung goni untuk kemasan produk pertanian. Namun, saat ini, serat alam sisal dapat diaplikasikan secara lebih luas, termasuk untuk keperluan industri rumah tangga hingga komponen interior mobil.
Baca : Demak Promosi Varietas Baru, Sorgum di Sumba Timur Masih Rencana
Informasi yang dihimpun KatongNTT.com menyebutkan tanaman endemik asal Meksiko ini pertama kali dibawa ke Indonesia pada abad ke-17. Jika ditinjau dari habitatnya, tanaman ini dapat berkembang secara baik pada lingkungan yang tandus, panas dengan karakteristik tanah yang kering.
Sekilas, tanaman sisal memang tampak seperti lidah buaya atau Aloe vera, hanya saja dengan ukuran daun yang lebih besar, tebal dan juga lebih panjang.
Pada tahun 2014 lalu, pernah dilakukan uji coba pengembangan sisal di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat itu, tanaman penghasil serat sudah mulai diujicobakan di kawasan Melolo. Adapun pihak yang melakukan fasilitasi adalah Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigasi (Kemendes PDTT) yang disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Timur. Uji coba tersebut dinilai berhasil, tidak saja di NTT tapi juga di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Saat itu, Direktur Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Kemendes PDTT, HM Nurdin pernah mengatakan pengembangan Melolo merupakan upaya mempercepat pembangunan kawasan transmigrasi melalui konsep Kota Mandiri Terpadu (KMT). Hal itu ditempuh melalui kerja sama dengan pihak ketiga dengan pola investasi. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat. [Anto]