Kupang – Warga Besipae kehujanan setelah rumah yang mereka tempati digusur oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT), Kamis (20/10/2022). Sebanyak 14 unit rumah dirobohkan walau sebelumnya dibangun oleh Pemprov NTT bagi warga Besipae.
Dalam video yang beredar, tampak warga yang mendiami lokasi tersebut basah kuyup karena tidak ada tempat yang disediakan setelah penggusuran. Tidak hanya orang tua, anak-anak pun ikut terguyur hujan.
Penggusuran tersebut dilakukan karena Pemprov NTT menilai masyarakat Besipae menghalangi pekerjaan yang dibiayai APBD NTT tahun anggaran 2022. Pada 14 Oktober 2022 lalu, Plt Sekda NTT, Johana Lisapaly mengeluarkan surat yang meminta warga meninggalkan rumah dan lokasi Besipae.
Pemprov NTT mengatakan lokasi tersebut merupakan aset daerah berdasarkan Sertifikat Hak Pakai nomor 0001 tahun 2013 dengan luas tanah 3.780 hektar. Surat tersebut tidak sejalan dengan kesepakatan yang dilakukan 21 Agustus 2020.
Saat itu keluarga besar Nabuasa Besi dan Pa’E bersama Pemprov NTT membuat kesepakatan bersama mengakhiri masalah yang terjadi di Besipae.
Selain itu, ada beberapa poin yang menjadi catatan, di antaranya mengkapling tanah 800 m² per kepala keluarga untuk 37 KK. Lokasi tersebut berada di kawasan 3.780 haktare yang tercatat dalam sertifikat hak pakai. Lokasi ini pula yang dipakai membangun rumah bagi warga dan kemudian digusur.
Pemprov NTT juga sepakat mengidentifikasi wilayah Desa Linamnutu, Enoneten, Polo, Mio, Oe Ekam yang masuk dalam kawasan 3.780 hektare untuk dikeluarkan dari sertifikat. Tanah tersebut kemudian harus diserahkan kembali kepada masyarakat pada lima desa tersebut.
Niko Manao mengatakan, Pemprov belum mengidentifikasi batas-batas kawasan yang tercatat dalam sertifikat yang dimiliki Pemprov NTT. Karena itu, pihaknya menganggap belum ada penyelesaian terhadap persoalan ini dan menolak keluar dari kawasan tersebut.
“Alasan kami menolak karena Pemprov tidak jalankan kesepakatan mengidentifikasi kembali batas-batas, jika tanah masyarakat masuk di dalam sertifikat 3.780 hektar itu maka dikeluarkan,” jelas Niko kepada KatongNTT, Kamis (20/10/2022) malam.

Niko dan warga Besipae lainnya mengacu pada rekomendasi Komnas HAM yang disampaikan saat berkunjung ke Besipae Agustus 2020. Komnas HAM meminta Pemprov NTT tidak melakukan pekerjaan sebelum masalah diselesaikan.
Baca juga: Besipae Kembali Memanas, Pemprov NTT Gusur Rumah Warga
Alasan itu pula kemudian warga Besipae menolak ketika ada pekerja membangun jalan, paddock dan pagar di kawasan Besipae. Akibat penolakan itu, Plt Sekda NTT mengeluarkan surat untuk penertiban aset daerah. Padahal dalam kesepakatan yang dilakukan Agustus 2020, Pemerintah bersedia menyerahkan tanah untuk 37 KK masing 800 m².
Setelah digusur, warga tidak punya tempat untuk berteduh. Mereka diguyur hujan dan kebasahan. Dalam video yang beredar, anak-anak berlindung di bawah reruntuhan rumah saat hujan sambil menangis.
“Ketika penggusuran tidak ada tempat yang sudah disiapkan oleh Pemerintah Provinsi untuk merelokasi masyarakat sehingga masyarakat sudah seperti ini,”ujar Niko di bawah guyuran hujan sambil menggendong seorang balita.
Masyarakat terpaksa menginap di bawah pohon. Mereka tetap bertahan di lokasi penggusuran karena tidak ada tempat yang disiapkan bagi mereka.
“(Kami) tidur di bawah pohon,” kata Daud Selan, Kamis malam sekitar pukul 11 waktu setempat.*****
Baca juga: Seminggu Diberlakukan, Pemprov Tunda Penerapan Kenaikan Tarif TN Komodo