Kupang – Sebanyak 7 terdakwa perkara penyelundupan manusia ke Australia sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pelaku utamanya warga Cina dan enam lainnya warga Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Mereka sebagai anak buah kapal yang membantu warga Cina itu menakhodai kapal.
Jaksa penuntut mendakwa mereka melakukan tindak pidana penyelundupan manusia ke Australia melalui perairan Nusa Tenggara Timur. Ketujuh orang tersebut dijerat pasal 120 dan 122 Undang-Undang Keimigrasian nomor 6 tahun 2011 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca juga: 10 Warga Bangladesh Korban Penyelundupan ke Australia Dideportasi dari Kupang
Jiang Xiao Jia, warga Cina yang paspornya sudah kadaluarsa sekitar tiga tahun lamanya didakwa melakukan penyelundupan 5 warga Cina itu bersama 6 ABK bernama Marwin, Masir, Jamaludin, Abang, Bustang, dan Rudi Mastan.
Modusnya, diawali telepon seseorang bernama Sung di Cina kepada lima warga Cina yakni Dai Zhonghui, Wang Dongfang, Che Xu, Zhao Jing Xiang, dan Li Keyan yang sedang berlibur di Bali.
Sung mengatakan dia punya jejaring yang bisa membawa mereka ke Australia. Di negara Kangguru itu mereka dapat mencari pekerjaan. Dia lalu memperkenalkan Jian kepada mereka melalui telepon. Jian selanjutnya melalui telepon mengarahkan mereka untuk bertemu di Kendari, Sulawesi Tenggara. Mereka menginap sekitar 4 hari di Kendari untuk kemudian dibawa Jian ke rumahnya di Pulau Samuan, Kabupaten Muna.
Setelah hampir seminggu di Sulawesi Tenggara, Jian bersama 5 warga Cina dan 6 ABK memulai perjalanan mereka dari Pulau Samuan menuju Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Mereka menginap sehari di Larantuka dan keesokan hari mereka menuju Pulau Rote.
Saat berlayar di Teluk Kupang, kapal milik Jian mengalami gangguan mesin. Keberadaan mereka diendus petugas Dinas Kelautan dan Perikanan NTT. Jian, 5 warga Cina, dan 6 ABK diinterogasi petugas polisi Polda NTT untuk kemudian ditahan pada 8 Mei 2024.
Saat diinterogasi, Jian menjelaskan mereka akan ke Desa Papela, Pulau Rote untuk mencari teripang. Lima warga Cina lainnya memiliki paspor dan visa wisata 30 hari yang belum kadaluarsa. Mereka tidak menguasai bahasa Indonesia, sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan petugas saat itu.
Adapun 6 ABK memberikan penjelasan serupa dengan Jian bahwa mereka akan ke Desa Papela, Pulau Rote.
Baca juga: Kasus Penyelundupan Warga Bangladesh Diatur di Malaysia dan Terdampar di Rote
Saat proses penyidikan di Polda NTT, Jian dan 6 ABK dijerat pasal 120 Undang-Undang Keimigrasian tentang penyelundupan manusia dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara. Jian dan 6 ABK disebut menyelundupkan 5 warga Cina ke Australia.
Jian menolak didakwa menyelundupkan manusia ke Australia. Dia beralasan kelima warga Cina itu menemui dia untuk bisnis teripang dan lobster.
“Saya tidak jual orang, paspor dan visa mereka masih aktif, “ kata Jian saat diwawancarai KatongNTT, akhir Oktober 2024 di Pengadilan Negeri Kupang.
Alasan lain yang disampaikan Jian adalah bobot kapal miliknya yang disebutnya hanya memiliki 3 mesin dan membawa 2 drum BBM, tidak akan mampu mencapai perairan Australia.
Jian tampak kesal kepada 5 warga Cina yang bersaksi dalam persidangan di PN Kupang pada 11 November 2024. Kelimanya mengaku ingin masuk Australia untuk bekerja. Sementara menurut Jian, mereka datang bertemu dia justru mau berinvestasi di bisnis teripang dan lobster.
“Banyak tidak benar keterangan mereka,” kata Jian kepada majelis hakim setelah mendengarkan kesaksian 5 warga Cina itu yang didampingi penterjemah berbahasa Mandarin.
Sedangkan informasi tentang sosok Sung belum digali lebih dalam dalam persidangan mendengarkan kesaksian 5 warga Cina yang akan diselundupkan ke Australia.
Baca juga: Polres Rote Tangkap Buron Penyelundup Warga India ke Australia
5 Warga Cina serahkan uang ribuan USD
Dalam pertemuan di satu hotel di Kendari, kelima warga Cina tersebut menyerahkan uang tunai kepada Jian dengan jumlah berbeda antara USD 7.000, USD 6.500 dan USD.5.000. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kupang, 11 November 2024, lima warga Cina ini menjelaskan uang itu untuk membiayai keberangkatan mereka ke Australia.
Namun Jian menyebut dana itu untuk investasi bisnis teripang dan lobster. Di Pulau Samuan, Jian yang menikahi warga setempat memiliki tambak teripang.
“Satu teripang dengan panjang 50 sentimeter, sekilo 350 ribu,” kata Jian kepada KatongNTT saat ditemui di ruang tahanan PN Kupang, akhir Oktober lalu, sebelum Jian mengikuti sidang eksepsi.
Beberapa nelayan yang ditemui KatongNTT.com di Pulau Rote pada Juni 2024 mengatakan, perairan perbatasan Australia kaya akan teripang. Para nelayan “berburu” teripang karena harganya mahal berkisar Rp 300 ribu per kilo. Mereka bisa sekitar dua minggu bahkan sebulan berlayar ke perairan perbatasan Australia untuk mencari teripang.
Selain teripang, nelayan-nelayan di Pulau Rote juga “berburu” uang besar dengan mengantar para imigran asing ke perairan Australia. Uang yang mereka terima mencapai 40-50 juta untuk nakhoda kapal dan sekitar Rp 15-25 juta untuk ABK. Para nelayan ini tidak mengetahui bahwa mengantar para imigran asing sebagai pelanggaran hukum. Beberapa nelayan telah menerima informasi tentang ancaman penjara bagi siapa saja yang membawa imigran asing ke Australia.
Baca juga: Tenaga Kerja NTT Terbuka untuk Australia, Kenapa Melulu ke Malaysia?
Puncak dari rasa takut itu ketika 4 nelayan Desa Papela ditangkap setelah membawa 20 imigran dan kemudian diusir oleh petugas keamanan laut Australia pada Desember 2022. Mereka kembali berbalik ke arah Rote dan meminta bantuan aparat polisi karena kapal mereka kehabisan bahan bakar.
Polisi kemudian menjerat mereka sebagai pelaku penyelundupan manusia dan dijerat pasal 120 Undang-Undang Keimigrasian. Isro Gani Pello, nahkoda kapal dihukum 5,2 tahun penjara bersama 3 ABK lainnya. Mereka dijebloskan di Lembaga Pemasyarakatan Ba’a, Pulau Rote. Namun, efek jera yang diharapkan belum sepenuhnya efektif. Sebab kasus penyelundupan orang kembali terjadi dengan melibatkan warga Asing , Cina dan Bangladesh. Keduanya saat ini menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kupang. [*]\
Catatan:
Liputan ini sebagai rangkaian edukasi dan kampanye kesadaran masyarakat tentang penyelundupan manusia sebagai bentuk kejahatan lintas negara. Liputan ini didukung oleh GI-TOC dan Resilience Fund.
.