Kupang – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Timur meminta warga mewaspadai bencana kekeringan. Ini sebagai dampak musim kemarau panjang yang berpotensi melanda NTT mulai April 2023.
“Berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kupang bahwa awal musim kemarau di Nusa Tenggara Timur mulai berlangsung pada April 2023. Dan berlangsung lama sehingga potensi bencana kekeringan di NTT sangat besar,” kata Kepala Pelaksana BPBD NTT Ambros Kodo di Kupang, Kamis, (30/3/2023).
BPBD, kata dia, sudah menyiapkan berbagai langkah antisipasi apabila terjadi bencana alam sebagai dampak musim kemarau sesuai rencana penanganan.
Menurut dia, untuk mengantisipasinya perlu mengaktifkan kelompok kerja penanganan kekeringan yang melibatkan semua instansi terkait.
Baca juga: Rainwater Harvesting untuk Akhiri Siklus Banjir dan Kekeringan di NTT
“Berdasarkan kajian kelompok kerja penanganan kekeringan, maka BPBD mengajukan kepada kepala daerah untuk menetapkan status bencana sehubungan dengan kekeringan, apakah dalam status siaga darurat atau tanggap darurat,” kata Ambros Kodo.
Dia menegaskan, banyak pihak menilai bencana kekeringan bukan suatu bencana karena kejadiannya secara perlahan-lahan. Namun, warga akan merasa dalam situasi bencana kekeringan saat menghadapi kesulitan mengakses air bersih maupun gagal panen.
Ambros, seperti ditulis Antara, mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT untuk melakukan antisipasi terhadap dampak dari fenomena El Nino.
“Diantaranya produktifitas pertanian terganggu sehingga mengancam ketersediaan pangan,” kata Ambros Kodo.
Kementerian Pertanian (Kementan) mengajak petani mengikuti program asuransi pertanian. Termasuk Asuransi Usaha Tani Padi ( AUTP), agar usaha pertanian yang gagal panen bisa mendapatkan ganti rugi.
Baca juga: NTT Memasuki Musim Kemarau Mulai April Ini
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Ali Jamil dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pihaknya membuat program perlindungan kepada petani, yakni asuransi pertanian AUTP.
Untuk memberikan kemudahan petani mengikuti asuransi usaha tani padi, pemerintah memberikan subsidi untuk pembayaran premi sebanyak 80 persen.
“AUTP merupakan bentuk upaya pemerintah melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat banjir, kekeringan, organisme pengganggu tumbuhan (OPT), serta hama dan penyakit tanaman,” jelasnya.
Petani yang mengikuti AUTP dan telah membayar premi akan mendapatkan penggantian Rp 6 juta per ha per musim tanam. Dengan mendaftar sebagai peserta AUTP, petani bisa melanjutkan kegiatan usaha tani dari modal kerja yang diperoleh dari ganti rugi usaha taninya. Uang tersebut dapat digunakan, salah satunya membeli benih tanam kembali.
Adapun AUTP tidak terlalu membebankan petani karena per musim hanya membayar Rp 36 ribu per hektare saja. Adapun mekanisme pendaftarannya, petani bisa berkoordinasi dengan Dinas Pertanian setempat. Caranya mudah dan manfaatnya besar untuk petani. [K-02]