
Dekranasda NTT Buka Pintu untuk Komunitas Difabel dan Eks Pekerja Migran
Kupang – Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) Provinsi Nusa Tenggara Timur terus memberdayakan berbagai komunitas di masyarakat dalam kegiatan ekonomi kreatif. Bahkan Dekranasda membuka kesempatan bekerjasama dengan perempuan mantan pekerja migran.
Ketua Dekranasda NTT Julie Sutrisno Laiskodat mengatakan itu dalam Forum INKLUSI dari kemitraan Indonesia dan Australia untuk memperingati Hari Perempuan Internasional di Kupang, Jumat 10 Maret 2023.
Dekranasda NTT, kata Julie, telah membuat pola kemitraan dengan penyandang disabilitas tuli dan bisu dengan membuka kafe di gedung Dekranasda NTT. Baristanya juga dilatih dan telah tersertifikasi. Pengurusnya adalah disabilitas rungu dan wicara usia produktif.
Buka juga: Kisah Elisabet Ninef Lepas dari Jeratan Jejaring Perdagangan Orang NTT ke Malaysia
Ia menyebut para difabel ini memiliki motivasi besar untuk mencari pekerjaan agar dapat mengangkat harkat dan martabat mereka. Ia sebagai Ketua Dekranasda NTT memberikan modal dan dalam dua tahun ini difasilitasi.
“Sekarang ada 8 orang mereka,” kata Julie.
Murid-murid penyandang disabilitas dari sekolah luar biasa (SLB) juga sebelumnya diprakarsai oleh Dekranasda NTT untuk membuat tenunan saat pagelaran G20.
“Dengan anak-anak SLB kita buat kerjasama juga. Kita angkat anak-anak tenun dari SLB seperti di G20. Mereka sangat fokus ya sehingga kualitas tenun mereka sangat baik,” ceritanya.
Anak-anak disabiltas ini lalu bekerja sama juga dengan Plan Indonesia untuk memasukkan produk-produk mereka ke hotel-hotel bintang lima.
Hal yang menjadi keprihatinannya adalah banyak anak-anak disabilitas yang tidak terdata dalam kartu keluarga. Para orang tua mengaku merasa malu dan menganggap anak mereka yang memiliki kekurangan itu sebagai beban.
Baca juga: Tenaga Kerja NTT Terbuka untuk Australia, Kenapa Melulu ke Malaysia?
“Sehingga saya berdayakan mereka supaya mereka bisa cari hidup, supaya keluarga tidak malu lagi. Bahkan mereka bisa bantu keluarga,” ungkap Julie.
Dalam sesi tanya-jawab, Julie menyatakan siap bekerja sama engan mantan pekerja migran atau para penyintas yang diidentifikasi oleh Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) Provinsi NTT.
Ia juga terbuka untuk kerja sama dengan jaringan ini untuk memberikan pelatihan kewirausahaan bagi perempuan mantan pekerja migran asal NTT.
Menurutnya, NTT masih menjadi provinsi terbesar jumlah pekerja migran yang tewas atau diperlakukan tidak layak. Di lain sisi pemberdayaan perempuan di dalam Provinsi NTT perlu dukungan bersama.
“JPIT punya kewajiban untuk menelaah kemampuan atau kompetensi para perempuan ini,” kata Julie.
Bank NTT pada kesempatan yang sama siap mendukung Dekranasda NTT dan masyarakat yang ingin bekerja sama melalui pembiayaan kredit.
Baca juga: Gubernur NTT Berharap Presiden Pantau Kasus Romo Paschal Dikriminalkan Pejabat BIN
Sebelumnya Direktur JPIT, Christina Chandra, dalam forum itu menyampaikan adanya perempuan yang tidak lagi bekerja di luar negeri karena berbagai masalah. Sampai di NTT masih sulif mendapatkan pekerjaan. Sehingga perlu diberdayakan agar tak lagi menjadi pekerja migran ilegal.
“Kami memiliki kendala karena teman-teman penyintas ini tidak memiliki pekerjaan setelah kembali,” kata Christina.
Sementara dukungan dana dari pihaknya terbatas untuk mendukung pelatihan kompetensi para penyintas ini. JPIT meminta dukungan dari pemerintah untuk hal ini.
“Kami sangat menyambut baik untuk bermitra dengan Dekranasda NTT dan Bank NTT,” ungkapnya.
Bank NTT pada kesempatan itu siap menyediakan pasar dengan jaringan stakeholder dan offtaker selama ini. (Putra Bali Mula)