
Kak Eta Cari Pasar untuk Produk Fermentasi Buah dan Rempah Buatannya
Nekamese – Bau khas cuka bercampur wangi manis buah-buahan tercium dari ruang tamu rumah keluarga Aksa M. Nenobesi di Nekamese, Kabupaten Kupang. Perempuan yang disapa Kak Eta menjadikan ruang tengah rumah yang asri itu sebagai rumah produksi fermentasi buah dan rempah.
Kak Eta, 48 tahun, bergegas mengajak kami ke ruang produksi fermentasi buah apel, belimbing wuluh, dan naga, termasuk sarang semut dan rempah.
Beberapa ember plastik dengan ukuran bervariasi ditutup rapat dan disusun rapi. Lalu kain menutupi setiap ember.
Dia membuka satu ember berukurang tinggi sekitar 1 meter bervolume 80 ml. Bau khas cuka terkuak. Di dalamnya tampak buah belimbing wuluh berbentuk gumpalan-gumpalan kecil warna putih hasil fermentasi. Usia fermentasi itu sudah lebih dari 100 hari .
“Semakin lama difermentasi hasilnya semakin bagus,” kata Kak Eta.
Baca juga: Tiga Tips Pasarkan Produk UMKM NTT Lewat Media Digital
Di sebelahnya, ember dengan ukuran serupa dibuka. Tampak sarang semut terendam dalam air keruh kecoklatan. Stoples plastik ukuran besar berisi irisan apel sedang difermentasi ditaruh di atas meja. Dua botol besar berisi air kemerahan ditaruh di atas meja lainnya.
“Oh ini fermentasi buah naga bercampur kayu manis,” kata Kak Eta sambil meminta saudaranya menuangkannya untuk kami minum.
Hasil fermentasi ini menjadi cuka apel, cuka belimbing wuluh, cuka buah naga, hingga cuka sarang semut.
Awal Kak Eta tertarik menjalankan usaha fermentasi buah dan rempah terjadi tahun 2020. Saat itu pandemik Covid-19 meluas ke Nusa Tenggara Timur. Orang pun mulai memikirkan tentang cara meningkatkan imunitas tubuh.
Sebelumnya, dia membuat fermentasi buah dan rempah untuk dikonsumsi keluarga dan tetangga yang membutuhkan. Kak Eka begitu tersentuh setiap kali ada orang dalam usia muda sudah mengalami sakit yang dipicu pola makan salah.
“Menyaksikan ini saya bertanya bagaimana saya menolong orang sekeliling sementara saya melihat buah-buah tidak dimanfaatkan. Ada belimbing wuluh, pisang. Di desa buah ini dibuang-buang,” ucap Kak Eta.
“Saya ingin orang-orang di sekeliling saya, bahkan keluarga saya duluan (mengkonsumsinya). Bahwa kalau cuka dibuat secara benar akan membawa kesehatan bagi tubuh kita, kesehatan pencernaan,” ujarnya.
Baca juga: Tenun NTT Hadapi Dilema: Patuhi Adat dan Ikut Tuntutan Pasar
Setelah anggota keluarganya dan tetangganya yang menderita diabetes merasakan khasiat cuka apel dan cuka belimbing, Kak Eta mulai berpikir untuk memasarkannya. Meski dia tetap mempertahankan misinya untuk menolong siapa saja yang ingin sehat atau meningkatkan imunitas tubuh.
Cuka apel produksi UMKM Mutis Tuan Pro milik Kak Eta dijual di Dekranasda NTT (Rita Hasugian – KatongNTT)
“Saya ingin orang-orang di sekeliling saya, bahkan keluarga saya duluan (mengkonsumsinya). Bahwa kalau cuka dibuat secara benar akan membawa kesehatan bagi tubuh kita, kesehatan pencernaan,” ujarnya.
Cuka Apel, produk pertama yang dipasarkan
Kak Eta kemudian megikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia untuk pelaku UMKM. Dia pun mendirikan UMKM diberi nama Mutis Tuan Pro. Ibunya yang memberikan nama itu.
“Mutis dan tuan itu punya makna besar dan Pro itu artinya probiotik, organik,” ujar Kak Eta tertawa.
Serius menjalankan usahanya, Kak Eta mengajukan pinjaman KUR dari satu bank. Dia mendapatkan dana Rp 25 juta untuk memodali usahanya.
Dia juga merancang label dan kemasan untuk produk cukanya. Menariknya, produk fermentasi yang pertama dipasarkan adalah cuka apel. Berdasarkan riset buku dan informasi dari Google, Kak Eta menemukan banyaknya khasiat buah apel bagi kesehatan.
Baca juga: Bisnis Teh dan Tepung Kelor, Nikson Tenistuan Minim Pasar, Siapa Peduli?
Awalnya, dia menggunakan apel asal Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Dalam perjalanan selanjutnya, Kak Eta kesulitan mendapatkan buah apel Soe.
“Waktu pertama buat cuka apel, saya pakai apel Soe. Tapi lama-lama menghilang dari pasar. Terus saya pakai apel Malang yang hijau,” ucap Kak Eta.
Dia kemudian memasarkan produknya ke toko-toko di sekitar Kupang. Beberapa laku terjual.
Atas dukungan seorang teman sesama pelaku UMKM, Kak Eta memasukkan cuka apelnya di Dekranasda NTT. Meski dia ragu apakah cuka apel buatannya laku di pasar? Mengingat masyarakat NTT belum banyak yang tahu khasiat cuka apel. Harga per botol dengan volume 250 ml Rp 35 ribu.
“Saya pernah tawarkan di Indomaret, jawab mereka harganya tidak masuk (kemahalan),” kata Kak Eta yang pernah kuliah di bidang ekonomi di Surabaya, Jawa Timur.
Padahal dengan harga per botol Rp 35 ribu, menurutnya tidak memberikan untung. Dia memilih fokus memperkenalkan produk cuka apel buatannya ketimbang dapat cuan.
Perkiraan Kak Eta sepertinya benar. Masyarakat NTT belum banyak tahu atau berminat dengan produk cuka apelnya.
“Titip di Dekra (Dekranasda NTT-red), dari Desember sampai hari ini belum habis terjual. Saya masukkan 12 botol. Belum tahu berapa botol yang laku,” tutur Kak Eta.
Mencermati pemasaran cuka apel tersebut, sempat Kak Eta terpikir untuk menyerah dan beralih ke usaha lain. Namun, dia memutuskan untuk jalan terus meski pemasarannya lamban. Toh, dia sudah mengantongi izin laboratorium dari BPOM, izin edar dan sertifikat halal. Dia hanya butuh waktu untuk memperkenalkan produk herbal ini ke masyarakat NTT.
“ Hampir menyerah. Tapi dalam hati saya ingin melihat orang-orang Kupang sehat. Bahwa ini penting loh dikonsumsi. Bukan cuka biasa,”pungkasnya seraya tersenyum.
Anda berminat produk fermentasi buah dan rempah Kak Eta, silakan hubungi nomor whatsapp 0812 3109149. *****