Kupang – Nefri Eken yang akrab disapa Mak Ne bergegas menuruni tangga satu hotel di Kota Kupang sore itu. Tatapannya ramah meski tak mampu menutupi rasa lelahnya mengurus program kerjanya di kantor Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Mak Ne duduk di lobi hotel untuk memenuhi jadwal wawancara dengan tim KatongNTT.com. Berselang sekitar 10 menit berlalu, dia menerima telepon yang memintanya kembali ke kantor Pemprov NTT. Mak Ne pun izin untuk memenuhi permintaan si penelepon.
Baca juga: Jumlah Penyandang HIV Meningkat Tajam di 19 Kabupaten dan Kota di NTT
Sekitar 15 menit berlalu Mak Ne tiba kembali di hotel. Beberapa telepon berdering di tengah wawancara berlangsung. Dengan suara lembut dia berujar : “Maaf, saya izin terima telepon dulu.”
Selama sekitar satu jam wawancara berlangsung pada Senin sore, 18 Desember 2023. Mak Ne menjelaskan secara detil tentang pertarungannya menyelamatkan warga Lembata dari penularan HIV AIDS.
Lembata juga menghadapi masalah pelik tentang tingginya angka kekerasan seksual yang dialami anak dan perempuan.
******
“Saya ke Lembata mau buka salon, “ kata Mak Ne tersenyum.
Mak Ne merupakan transpuan asal Pulau Rote. Dia aktif menginformasikan tentang HIV AIDS dan kesehatan reproduksi setelah mendapat pelatihan dari Yayasan Tapal Batas. Dia kemudian memutuskan untuk memulai kehidupan baru. Mak Ne memilih Lembata dan berencana membuka salon kecantikan untuk menopang hidupnya.
Setiba di Lembata tahun 2011, panggilan hatinya untuk terlibat menangani penyandang HIV AIDS ternyata tidak padam.
Mak Ne menjadikan salonnya sebagai tempat menggali informasi tentang HIV AIDS di Lembata. Dengan keluwesan dan kreativitas yang menjadi talentanya, para pelanggan salon pun memberikan informasi yang kala itu masih tabu dan sensitif.
Baca juga: Masyarakat Ende Lio Gelar Ritual Gawi Sia untuk Merawat Kebhinekaan
Dia pun menemui sejumlah pejabat di Lembata untuk mencari tahu tentang keberadaan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD).
“Ternyata KPAD sudah tidak aktif,” kata Mak Ne.
Dia bertekad KPAD harus diaktifkan mengingat penyebaran virus HIV AIDS yang jika tidak dicegah, maka dalam tempo cepat akan menular ke banyak warga Lembata.
Mak Ne yang kreatif menggandeng satu jurnalis di Lembata untuk memberitakan agar KPAD diaktifkan di Lembata. Bersamaan saat itu, Bupati dan wakil Bupati dalam persiapan pelantikan mereka sebagai pemimpin tertinggi di Lembata.
Dia kaget mengetahui para pejabat di Lembata saat itu tidak mengetahui tentang KPAD . Untuk membangun kesadaran semua pihak di Lembata, Mak Ne mengajak mereka untuk membuat kegiatan memperingati Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember 2012.
Baca juga: Oma Bulan 43 Tahun Jual Kue di Kupang Andalkan Modal Sendiri
Dia berusaha menyakinkan Wakil Bupati Viktor Madowatun tentang pentingnya KPAD. Berbekal data yang ia bawa dari KPA Provinsi, Mak Ne memaparkan tentang situasi HIV AIDS di Lembata pada akhir 2024 ada 25 kasus dan dua meninggal.

Baca juga: Ikatan Keluarga Amfoang Gagas Model Bisnis di Kawasan Observatorium Timau
Mak Ne melakukan pemetaan sambil tetap melobi para pejabat Lembata untuk mengaktifkan KPAD. Transpuan asal Rote ini pergi ke pub-pub di Lembata untuk mencari informasi tentang penyandang HIV. Ma Ne bahkan dikira pengunjung pub sebagai wanita pekerja seks .
Kegigihan Mak Ne melobi dan menyakinkan para pejabat di Lembata tentang pentingnya KPAD, membuahkan hasil. Wakil Bupati memenuhi janjinya setelah meminta waktu 4 hari untuk mempertimbangkan tentang KPAD.
“Pas hari ke empat saya ditelepon seorang anggota Pol PP dan dia bilang: ‘KPAD sudah resmi diaktifkan. Kita sudah buka kembali ,’” ujar Mak Ne tersenyum.
Tak berhenti pada KPAD diaktifkan, Mak Ne kembali melobi Wakil Bupati agar disediakan klinik Voluntary Counseling and testing (VCT). Lobi membuahkan hasil.
Baca juga: Pemilik Toko Buku Suci Ketuai Dewan Koperasi Kota Kupang
Perjalanan Mak Ne untuk menyelamatkan Lembata dari penyebaran HIV AIDS tidaklah mulus. Dia sempat mendapat ancaman untuk dibunuh oleh seorang pejabat di lingkungan Dinas Kesehatan Lembata .
Anak-anak nakal di lingkungan tempat Ma Ne kos menudingnya penyebar virus HIV. Saat itu baju yang dikenakan Mak Ne ada pita merah karena baru pulang memperingati Hari HIV AIDS Sedunia pada 1 Desember 2013.
Mereka kemudian mengejar dia dan melemparkan sebilah pisau. Malang nian Mak Ne, pisau itu menancap di punggungnya. Seorang jurnalis menolong dia dari amukan tersebut.
Baca juga: Transpuan Meninggal, Polisi Tahan Siswa SMA dan Anak DPRD
“Di belakang (punggung) ada lubang ,” ujar Mak Ne tersenyum getir.
Mak Ne belakangan menyadari aktivitasnya dalam mencegah penyebaran HIV AIDS di Lembata telah menelantarkan bisnis salon kecantikannya. Namun tak disangka keponakannya marah besar karena dia tidak lagi fokus menjalankan bisnisnya.
“Keponakan saya yang tinggal dengan saya waktu itu sampai usir saya karena saya terlalu aktif untuk pemetaan dan tidak fokus di salon lagi,”ujarnya.
Baca juga: Tenunan Buna Nan Unik di Tangan Yasinta Linome dan Anaknya Katarina Beukliu
Mak Ne memang sempat terpikir untuk berhenti dari aktivitasnya memberikan pelayanan di bidang HIV AIDS. Namun panggilan hatinya untuk isu HIV AIDS lebih besar. Dia bertekad masalah HIV AIDS di Lembata yang seperti fenomena puncak gunung es, harus diakhiri.
Lembata berjuang untuk menurunkan angka HIV AIDS yang tahun 2022 berada di posisi ke 5 dengan jumlah kasus HIV/AIDS terbanyak di NTT.
” Ada orang yang sekedar ikut-ikutan, biar bisa dikenal.Tapi saya pribadi tidak punya pemikiran untuk ambil keuntungan di hal-hal seperti ini. Yang ada dalam benak saya adalah bagaimana supaya fenomena gunung es di Lembata kita bisa atasi,”pungkas Mak Ne. (Ayunda)