Kupang – Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) berdiskusi langsung dengan akademisi di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Komnas HAM membahas draft 02 mengenai Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Hak-hak Kelompok Rentan.
Pembahasan ini berlangsung di Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana), Selasa 23 Mei 2023, yang diikuti oleh sejumlah akademisi dari berbagai universitas lainnya di Kota Kupang.
Baca juga : Komnas HAM Temukan Siswa Tak Lagi Patuhi Sekolah Subuh
“Dilakukan di Kupang, Balikpapan dan Aceh untuk merevisi draft ini sehingga menjadi draft 03. Intinya membagi substansi dan materi SNP sehingga punya nilai partisipasi dan informasi yang baik,” jelas Analis Kebijakan Ahli Madya Komnas HAM, Mimin Dwi Hartono.
Kelompok rentan yang dibahas antara lain perempuan, LGBTQ/SOGI, tenaga kesehatan, pasien rumah sakit, tunawisma, warga binaan permasyarakatan, tahanan, pekerja perkebunan dan pertambangan.
Lalu, masyakarat hukum adat, masyarakat perbatasan, pekerja rumah tangga, ODHA, anak dan pemilih pemula, lansia, pengungsi dan penyintas konflik sosial.
Baca juga : Paham ‘Tuan dan Budak’ Negara ASEAN Soal Pekerja Migran
Kemudian, kelompok minoritas agama, pekerja migran, penyandang disabilitas dan pengungsi atau penyintas bencana alam dan non alam.
Ia menyampaikan Balikpapan di Kalimantan Timur dipilih karena merupakan provinsi yang nantinya menjadi Ibu Kota Negara baru. Status ini berpengaruh pada nantinya bagaimana pemilu diselenggarakan.
Sedangkan Aceh dipilih karena memiliki otonomi khusus. Sementara Kota Kupang sebagai salah satu daerah dari wilayah Indonesia timur dan menjadi ibu kota Provinsi NTT yang berbatasan dengan Republik Demokratik Timor Leste.
“Sedangkan daerah lainnya, dengan pertimbangan budget maka diselenggarakan secara online,” jawabnya saat diwawancarai saat itu.
Baca juga : Jumlah Warga Asing Melintas di Motaain Melonjak Pasca Bebas Visa Kunjungan
Ia menyampaikan dokumen finalnya akan disempurnakan dan dibahas melalui sidang paripurna Komnas HAM yang menjadi forum tertinggi pengambilan keputusan.
“Nanti setelah disahkan di sidang paripurna dan dijadikan peraturan Komnas HAM maka sudah sah tinggal diseminasikan dan disosialisasikan sekitar Juli,” ungkap dia.
Ia menyampaikan masukkan dalam diskusi ini menjadi penting sebagai bentuk partisipasi publik karena SNP ini akan menjadi dokumen publik.
“Ini dapat dimanfaatkan oleh publik dalam mendorong adanya pemilu yang berkualitas dan yang menghormati hak asasi manusia. Kami akan merumuskan dan kami terjemahkan dalam penyempurnaan dokumen ini,” jelasnya lagi.
Baca juga : Pelayanan Publik di Kota Kupang Abaikan Difabel
Sementara Wakil Dekan II Fakultas Hukum Undana, Doktor Saryono Yohanes, berharap semua persoalan yang terjadi di pemilu sebelumnya tidak terulang.
“Berdasarkan data yang dihimpun Komnas HAM keterlibatan dari kelompok masyarakat yang masuk kategori rentan itu sangat terbatas. Adanya diskusi ini mampu menempatkan mereka dilakukan pendataan akurat dan update sehingga mereka bisa mengambil bagian dalam pemilu,” ungkap dia.
Ia menyampaikan diskusi ini menjadi tindak lanjut kerja sama antara Komnas HAM Indonesia dan Fakultas Hukum Undana Kupang.
“Diskusi ini akan menghasilkan bahan bagi Komnas HAM dalam membuat suatu guidelines atau garis pedoman dalam melindungi hak-hak kelompok rentan dalam pemilu,” sebutnya lagi.
Kelompok masyarakat rentan karena kondisi yang beraneka ragam misalnya kaum difabel mempunyai hak mengakses secara langsung informasi berkaitan dengan pemilihan umum.
“Padahal itu menjadi hak dari setiap manusia apapun statusnya, apapun keadaannya,” kata dia. ****