Kupang – Gereja Mesehi Injili di Timor (GMIT) berjanji mengawal proses hukum terhadap predator seksual di Alor. Sepriyanto Ayub Snae (SAS), mantan vikaris yang menjalani masa vikariat di Alor sejak Mei 2021 itu ditetapkan sebagai tersangka pemerkosaan dan pelecehan seksual.
Kasus ini dilaporkan ke Polres Alor pada 1 September 2022. Sebanyak 9 remaja jadi kroban sang predator seksual. 6 orang anak mengalami pemerkosaan dan 3 orang mengalami pelecehan seksual melalui chat. Belakangan media lokal di Alor melaporkan jumlah korban bertambah menjadi 12 orang.
Wakil Sekretaris Majelis Sinode GMIT, Pendeta Elisa Maplani kepada KatongNTT mengatakan, pihaknya menerima informasi ada pencabulan tersebut pada Mei lalu. Informasi tersebut diterima pasca penarikan vikaris karena berakhirnya masa vikariat.
GMIT merespon informasi tersebut dengan menerjunkan tim untuk penjangkauan korban dan orang tua. Elisa mengatakan, melalui Rumah Harapan GMIT dan pendampingan dari Majelis Klasis, kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Polres Alor.
“Kalau ada opini yang berkembang bahwa gereja tidak berbuat apa-apa, justru gerejalah yang berjasa mengungkapkan persoalan ini ke publik,” jelas Elisa usai berdialog dengan mahasiswa Alor di gedung Sinode GMIT, Rabu (14/9/2022).
Elisa menegaskan komitment GMIT dalam pengusutan kasus yang mengorbankan balasan jemaat di Alor ini. Elisa mengatakan, GMIT tidak akan mengintervensi proses hukum terhadap pelaku.
Baca juga: GMIT Diminta Tanggung Biaya Hidup Anak Korban Pemerkosaan Vikaris
“Kita bersepakat bersama, gereja, adik-adik mahasiswa dan semua komponen untuk mengawal kasus ini, berpihak pada korban supaya proses hukum dapat berjalan seadil-adilnya,” kata Elisa.
Ia mengatakan, hukum berlaku adil bagi semua warga negara. Siapa pun yang melakukan tindakan melawan hukum, harus diadili sesuai undang-undang yang berlaku, termasuk mantan vikaris Sepriyanto Ayub Snae.
Ketua Kerukunan Mahasiswa Nusa Kenari (Kemahnuri) Kupang, Isai Lampada mengatakan, hasil kesepakatan bersama dengan GMIT akan terus dikawal. Selepas audiens dengan Mejelis Sinode GMIT, mahasiswa Alor juga akan mendatangi Polda NTT. Mereka akan mendesak Polda NTT ikut mengawal kasus ini.
“Bukan kawalnya sebatas hadir di Sinode lalu berhenti, tidak. Kami tetap menindaklanjuti ke Polda NTT untuk terus mendesak Kapolres Alor untuk mengutus tuntas kasus ini,” kata Isai.
Langkah tersebut sebagai upaya menjaga citra GMIT serta harkat dan martabat orang Alor. Sebab menurut Isai, perbuatan tersangka sangat tidak manusiawi.
“Kami menjaga citra perempuan Alor karena kami menganggap itu adalah ratu di kehidupan sosial kami,” tegasnya.
Isai mengatakan, kasus ini perlu dikawal hingga tuntas. Apa yang dilakukan oleh tersangka, terutama terjadi dalam lingkungan gereja dan rumah pelayanan perlu diusut tuntas.
Sebelumnya, Aliansi Keadilan untuk Perempuan dan Anak Alor (AKU Alor) meminta GMIT untuk mendukung proses hukum yang sedang berlangsung di Polres Alor. Termasuk penerpan pasal pidana hukuman mati bagi pelaku.
Tersangka melanggar Pasal 81 ayat (5) jo Pasal 76D Undang-undang Ri Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak menjadi undnag-undang, Jo pasal 56 ayat (1) KUHPidana.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Ariasandy menjelaskan, pasal tersebut berkaitan dengan perbuatan yang menimbulkan korbanlebih dari 1 orang dan perbuatan persetubuhan yang berlanjut. Ariasandy menjelaskna, tersangka diancam pidana mati, penjara seumur hidup atau paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. *****
Baca juga: Polisi Tangkap Vikaris GMIT Diduga Memperkosa 6 Anak di Alor