Kupang – Aliansi Kemanusiaan untuk Perempuan dan Anak Alor (AKU Alor) menuntut Majelis Sinode GMIT bertanggungjawab terhadap masa depan para korban pemerkosaan. Sepriyanto Ayub Snae (SAS), mantan vikaris ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan dan pelecehan terhadap anak-anak remaja di Alor.
Dalam aksi unjuk rasa pada Senin (12/9/2022), salah satu tuntutan AKU Alor kepada Sinode GMIT adalah jaminan masa depan yang cerah bagi para korban. Tuntutan ini disampaikan mengingat pelakunya adalah calon pendeta di lingkup GMIT yang kemudian dibatalkan pentabisannya.
“Kami juga meminta Majelis Sinode GMIT memperhatikan kehidupan dan masa depan korban dengan menanggung biaya pendidikan, biaya kesehatan dan biaya hidup bagi belasan korban anak PAR di Alor,” tulis AKU Alor dalam pernyataan sikapnya yang dikutip KatongNTT, Selasa (13/9/2022).
Sepriyanto dilaporkan ke Polres Alor pada, Kamis (1/9/2022) oleh 9 orang remaja. Dalam laporan tersebut tercatat 6 orang remaja berusia 13 – 15 tahun jadi korban pemerkosaan. Untuk bisa melancarkan tindakan jahat yang merenggut kehormatan para remaja itu, Sepriyanto merekam video dan mengambil foto. Ia menjadikan foto dan video itu sebagai ancaman terhadap para korban.
Kejadian ini bukan hanya sekali, namun berulang. Sepriyanto menjalankan aksinya di rumah Pastori, WC hingga di dalam konsistori yang merupakan ruang persiapan sebelum kebaktian di gereja.
Saat melapor, para korban yang diperkosa saling bersaksi. Untuk 3 orang korban lain, Sepriyanto melakukan pelecehan melalui chat.
Baca juga: Vikaris Jadi Tersangka Pemerkosaan 6 Anak di Alor, GMIT Minta Maaf
Atas kejadian itu, AKU Alor yang merupakan kumpulan berbagai organisasi kepemudaan mendukung Polres Alor untuk konsisten dalam penerapan pasal sangkaan hukuman mati terhadap Sepriyanto. Mereka secara tegas meminta agar GMIT juga mendukung hukuman mati terhadap tersangka.
Pernyataan sikap dari AKU Alor menyoroti isu yang berkembang soal penolakan penerapan hukuman mati. Mereka tidak ingin ada pernyataan mengatasnamakan pribadi ataupun lembaga yang menolak penerapan hukuman mati terhadap tersangka.
“Kami meminta dan mendukung bila perlu maka Majelis Sinode GMIT mengadukan gugatan hukum ke MK untuk membatalkan pasal-pasal pidana mati yang kini berlaku dalam hukum positif NKRI,” tulis AKU Alor.
Aliansi menuntut Polres Alor untuk menjerat tersangka dengan pasal tambahan dari Undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Tindakan tersangka yang mengambil video saat melakukan aksi bejatnya, menurut AKU Alor, perlu dijerat dengan undang-undang pornografi. Selain itu, undang-undang ITE dinilai perlu diterapkan.
Kepada Majelis Sinode GMIT, AKU Alor menuntut revisi regulasi penanganan vikaris, pendeta maupun karyawan yang melakukan tindakan asusila. Sanksi pemecatan dinilai perlu diterapkan untuk menjaga eksistensi lembaga dan juga menjaga kekudusan rumah ibadah dan nama Tuhan. *****