Kupang – Pemerintah Daerah (Pemda) NTT tidak memiliki anggaran pengadaan Vaksin Anti Rabies (VAR) bagi hewan pembawa rabies (HPR) selama ini.
Stoknya memang kosong dan tengah dipesan sedangkan kasus baru terus meningkat di Pulau Flores dan Lembata bahkan yang terkini di Pulau Timor.
Sudah terdapat 14 korban jiwa akibat terinfeksi atau digigit anjing rabies sepanjang 2022 hingga Mei 2023 di wilayah NTT.
Kepala Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Peternakan NTT, Melky Angsar, menyampaikan 15 ribu stok vaksin tengah dikirimkan pemerintah pusat dan akan tiba Agustus ini.
Baca juga : Bahaya Rabies, Ikuti Langkah Ini Untuk Mencegah Terinfeksi
“Stok vaksin kita kosong. Kita dari pemerintah daerah tidak punya stok vaksin. Memang sudah dipesan tapi sampai Agustus baru ada,” jawab Melky, Jumat 2 Juni 2023.
15 ribu vaksin yang dipesan ini pun tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) namun dari anggaran nasional atau APBN.
“APBD kita tidak ada. 15 ribu ini untuk seluruh NTT. Kita pesan sebenarnya hanya untuk Flores dan Lembata, tidak tahu kalau TTS sudah kena,” jelas Melky.
Baca juga : Terdeteksi 12.576 Kasus, Dua Kabupaten di NTT Berstatus KLB Rabies
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI yang sementara ini sudah mengirimkan 2500 dosis vaksin untuk hewan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Idealnya TTS membutuhkan 60 ribu dosis vaksin, kata Melky, dengan asumsi misalnya 1 desa dengan kurang lebih 250 ekor populasi anjing.
Namun tidak mungkin 15 dosis vaksin yang datang nantinya diberikan untuk Kabupaten TTS saja karena Flores dan Lembata sejak lama pun belum terpenuhi.
“Mereka di sana juga kurang vaksin jadi tidak bisa kita serahkan semua vaksin ke TTS,” ujar Melky.
Baca juga : Pengadaan Vaksin Rabies di NTT Masih Bukan Prioritas
Dengan penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) baik di Kabupaten TTS dan Sikka maka anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) dari APBD bisa digunakan.
Melky menyampaikan vaksinasi anjing harus mencapai 70 persen dari populasi anjing untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity.
“Seperti kita manusia waktu Covid-19 kemarin harus penuhi herd immunity karena 70 persen ini kalau sudah kebal dan digigit oleh anjing rabies pun masih bisa sehat. 30 persen ini pasti mati dengan sendirinya,” jelas Melky lagi.
Baca juga : Rabies di TTS Jadi KLB, 46 Orang Terinfeksi Termasuk Anak-anak
NTT sulit mencapai herd immunity tersebut melihat sejarah rabies di Pulau Flores dan Lembata sejak 1997. Wilayah ini masih menjadi zona karantina rabies hingga saat ini karena minimnya alokasi dana daerah untuk vaksinasi.
“Karena tiap tahun katanya uang tidak ada untuk vaksin. Ini yang menyebabkan anggaran untuk kesehatan hewan terutama dalam pencegahan dan penanganan rabies selama ini sangat minim,” sambung dia.
Pemerintah sendiri tetap menganjurkan supaya tidak ada perpindahan atau mobilitas anjing antar desa, kecamatan atau hingga antar kabupaten.
Baca juga : Pulau Flores dan Lembata Belum Bebas Rabies Sejak 1997, Ini Penyebabnya
“Anjing harus diIkat atau dikandangkan,” kata dia.
Bila sudah terkena gigitan atau liur maka harus segera dicuci dengan air mengalir, digosok searah saja dengan sabun antiseptik hingga 15 menit, kemudian diobati dengan alkohol atau obat luka, setelahnya langsung ke puskesmas untuk minta VAR.
“Seluruh TTS itu statusnya anjing terduga rabies semua. Ini harus dicegah jangan sampai seperti di Flores,” kata dia. ****