Kupang – Tak ada pajak yang dibayarkan oleh pelaku usaha pengguna air tanah selama ini di Kota Kupang. Hal ini menjadi catatan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dinas tersebut yang selama ini mengurusi pengurusan maupun perpanjangan izin air tanah hingga akhirnya kini dialihkan ke Kementerian ESDM.
Kepala Dinas ESDM NTT, Jusuf Adoe, melalui Kabid Geologi dan Air Tanah Victor Tade menyampaikan ada banyak pengguna air tanah tanpa izin di Kota Kupang. Ada pula yang memperpanjang izin penggunaan air tanah tanpa membayar pajak ke daerah.
Baca juga : Harus Izin Menteri ESDM, Potensi Sumur Bor Liar di NTT Bakal Bertambah
Pemerintah daerah sendiri tak menindaklanjuti dengan peraturan wali kota atau peraturan bupati supaya bisa menarik retribusi atau pajak air tanah. Sedangkan di tingkat provinsi sudah ada Peraturan Gubernur (Pergub) soal Nilai Pengeluaran Air pada 2018 lalu. Pergub itu juga merinci mekanisme perhitungan retribusinya.
Aturan soal pajak ini termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi NTT Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Air Tanah dan Pergub NTT Nomor 48 Tahun 2018 Tentang Nilai Perolehan Air Tanah.
“Bisa ada perwali atau perbup untuk menindaklanjuti pergub dan kalau tanpa Pergub pun pemerintah di daerah punya hak berdasarkan undang-undang untuk retribusi,” tukas Victor di kantornya, Selasa 31 Oktober 2023,
Baca juga : Banyak Sumur Bor Liar di Kupang, Debit Air Tanah Terancam
Tidak adanya penarikan pajak atau retribusi penggunaan air tanah ini pun menimbulkan permasalahan lainnya dalam hal perpanjangan izin.
Banyak pelaku usaha yang akhirnya memperpanjang izin penggunaan air tanah tanpa membayar pajak karena ketiadaan regulasi di tingkat daerah.
Misalnya Pemkot Kupang yang mana para pelaku usaha akhirnya tak bisa berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak air tanah. Pada 2017 sempat dibuka akun penerimaan pajak di Kota Kupang namun akhirnya tak aktif.
Baca juga : Pemda NTT Tak Punya Data Potensi Cadangan Mangan
“Bukti pajak harus disertakan tapi karena tidak ada pemungutan itu kita arahkan mereka ke Bapenda (Kota Kupang) tapi katanya tidak ada, di sana di 2017 itu kewenangan diambil alih untuk urusan teknis,” ungkap dia.
Dengan tidak adanya bukti pajak tersebut akhirnya dilakukan perpanjangan izin pemanfaatan air tanah tanpa dikenai pajaknya. Salah satu contoh adalah Viquam yang adalah produsen air minum dalam kemasan (AMDK).
“Beberapa kali ada yang kita perpanjang tanpa ada bukti pajak, dari Viquam beberapa kali mereka datang untuk bayar pajak tapi tidak ada. Ruginya di pemerintah daerah karena bisa jadi PAD-nya mereka,” tambah dia.
Baca juga : Edisi Perempuan NTT: Walau Rajin Berladang, Tapi Pembangunan Meninggalkan Perempuan
Dalam pergub itu juga dirinci klasifikasi sesuai peruntukan atau penggunaan air tanah. Penggunaannya sesuai besaran atau koefisien yang nantinya dikonversi ke rupiah.
Para penguna air tanah pun dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok pertama merupakan pengisian mobil tangki air, industri maupun pabrik minuman dan es. Kelompok kedua yaitu hotel bintang 3 hingga industri tekstil, tambang, farmasi dan industri kimia. Kelompok ketiga yaitu hotel bintang 1 dan 2, industri logam hingga elektronik, peternakan dan perikanan, bandara, pelabuhan, lapangan golf maupun sarana olahraga lainnya.
Sedangkan kelompok keempat yaitu tempat-tempat hiburan, tempat penginapan atau kos-kosan dan sejenisnya, tempat cetak batako, penjualan tanaman hias, laundry, pabrik mesin elektronik dan tempat cuci kendaraan bermotor.
Baca juga : Proyek PLTS Sumba Terbesar di Dunia Masih Kekurangan Konsorsium Besar
Kemudian kelompok kelima yaitu kelompok usaha kecil skala rumah tangga, rumah makan, laboratorium atau rumah sakit. Kelompok ini yang jenis penggunanya paling sedikit.
Sementara HAB (Harga Air Baku) dalam pergub itu terdiri dari harga Rp 1.100 per meter³, Rp 1.200 per meter³ dan Rp 1.300 per meter³.
Untuk harga Rp 1.300 per meter³ adalah Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Malaka, Rote Ndao dan Sabu Raijua.
Untuk Rp 1.200 per meter³ yaitu Alor, Lembata, Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Timur.
Sementara kabupaten lainnya seperti Flores Timur, Sikka, Ende, Nagekeo, Ngada, Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat adalah Rp 1.100 per meter³ untuk besaran HAB-nya.
Baca juga : Perusahaan Skotlandia Gandeng ITS Studi Potensi Listrik di Selat Gonzalu
Perhitungan pajak air tanah sendiri yaitu dengan tarif pajak yang telah ditentukan yang dikalikan dengan Nilai Perolehan Air Tanah (NPA).
Namun untuk mendapatkan NPA caranya dengan menghitung volume pengambilan air dikalikan Harga Dasar Air (HDA). Sedangkan untuk mendapat HDA yaitu dengan mengkalikan HAB dengan Faktor Nilai Air (FNA).
Perhitungan FNA pun menggunakan rumus FNA = 60%S + 40%P. S adalah variabel komponen sumber daya alam dan P adalah peruntukan atau pengelolaannya.
Baca juga : El Nino, Pangan Lokal, Bapanas, dan Cium Nasi Putih
Menurutnya, setelah pengurusan dan perpanjangan izin pemanfaatan air tanah dialihkan ke pusat maka Kementerian ESDM memerlukan pengawasan yang lebih ketat dibandingkan pemerintah daerah selama ini.
Untuk pengajuan izin ini nantinya melalui syarat yang lebih panjang dari sebelumnya, misalnya untuk studi kelayakan saja membutuhkan kajian geologi dengan ahli dan membutuhkan waktu untuk itu. ****