Kupang – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat ada penambahan penduduk miskin di NTT dari tahun 2021 ke tahun 2022. Jumlah penduduk miskin per September 2022 tercatat 1,15 juta orang. Jumlah ini meningkat 2,9 ribu orang dibandingkan periode yang sama pada 2021 sebanyak 1.146.280 orang.
Berdasarkan laporan BPS NTT yang diterima Rabu 25 Januari 2023 disebutkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berpengaruh besar dalam kondisi ini.
Kepala BPS NTT Matamira B. Kale melalui Statistisi Madya BPS NTT Indra Achmad Sofian Souri juga menjelaskan ini sebelumnya. Pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM pada 3 September 2022 terhadap jenis bahan bakar Pertalite, Solar, dan Pertamax (non-subsidi).
Baca juga: Jumlah Anak Usia Dini Hidup Miskin di NTT, Tertinggi Kedua di Indonesia
Bertambahnya penduduk miskin ini merupakan dampak dari kebijakan fiskal pemerintah menaikkan harga BBM. Pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu dan Pertamax naik dari Rp 9 ribu menjadi Rp 13 ribu.
Kondisi demikian dengan sendirinya menyebabkan harga barang ikut naik baik itu di wilayah perkotaan maupun pedesaan di NTT.
“Bertambahnya pada beban pengeluaran masyarakat tentunya, terlihat dari indeks harga konsumen dan indeks konsumsi rumah tangga,” jelas Indra.
Selain karena BBM, bertambahnya penduduk miskin di NTT juga disebabkan inflasi sebesar 3,88 persen periode Maret sampai September 2022. Untuk itu pemerintah daerah perlu mengendalikan harga bahan makanan.
“Perlu perhatian lebih terhadap pengendalian harga komoditas pangan yang punya andil besar terhadap kemiskinan,” sebut Indra.
Hal ini pun dapat dilihat dari garis kemiskinan (GK) atau rata-rata kemampuan warga memenuhi kebutuhan dasar baik itu makanan dan bukan makanan.
Ia menjelaskan, garis kemiskinan per kapita di NTT pada September 2022 adalah Rp 490.909. Ini disumbang 77,52 persen oleh kategori makanan dibandingkan kategori bukan makanan sebesar 22,48 persen.
Baca juga: Harga BBM Naik, Inflasi NTT di September Tertinggi Tahun Ini
Indra juga menyebut rata-rata satu rumah tangga miskin di NTT memiliki 5 sampai 6 anggota keluarga.
Berdasarkan rata-rata anggota keluarga ini dapat ditemukan garis kemiskinan rumah tangga, yaitu dengan mengkalikannya dengan garis kemiskinan per kapita atau Rp 490.909.
“Rata-rata garis kemiskinan rumah tangga di NTT yaitu Rp 2,7 juta per bulan,” tukasnya.
Namun begitu penambahan jumlah penduduk miskin di NTT tidak sedrastis ketimbang penyesuaian harga BBM di tahun 2005 dan 2014.
Pada tahun 2005 penyesuaian harga BBM terjadi dua kali berturut-turut. Sehingga grafik kemiskinan di NTT melonjak tajam. Kemudian turun di 2007.
Jumlah penduduk miskin di NTT saat 2005 mencapai 1,17 juta jiwa lalu naik di 2006 hingga 1,27 juta jiwa. Jumlah ini kemudian merosot ke 1,16 juga jiwa di tahun 2007.
Sedangkan di tahun 2015, jumlah penduduk miskin pun melompat setelah penyesuaian harga BBM menjadi 1,15 juta jiwa. Awalnya berjumlah 994,68 ribu jiwa di tahun 2014.
Baca juga: Generasi Z (zombie) dan Kemiskinan di NTT
Adanya bantuan langsung tunai dan program kompensasi perlindungan sosial di tahun 2022, kata dia, dapat meredam naiknya jumlah penduduk miskin di NTT. Berbeda dengan tahun 2005 dan 2015 lalu.
“Karena ada pula dukungan pemerintah daerah terkait pemulihan ekonomi pasca pandemi,”ujar Indra.
Namun begitu NTT tetap tercatat sebagai 9 provinsi yang mengalami kenaikan tingkat kemiskinan di antara 25 provinsi lain yang mengalami penurunan angka kemiskinan. Provinsi dengan peningkatan kemiskinan tertinggi yakni Maluku. Provinsi dengan penurunan tertinggi adalah Bengkulu. (Putra Bali Mula)