Kupang – Keterbatasan jumlah vaksin menjadi salah satu penyebab terulangnya kasus kematian warga di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akibat rabies.
Vaksinasi rabies sebagai upaya pencegahan belum menjadi prioritas oleh pemerintah daerah (pemda) terutama di wilayah Pulau Flores – Lembata sebagai Zona Karantina Rabies sejak 1997.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan NTT, Melky Angsar, menyampaikan ini, Senin 15 Mei 2023.
Baca juga : Pulau Flores dan Lembata Belum Bebas Rabies Sejak 1997, Ini Penyebabnya
Dalam tahun ini pun sudah terjadi 2 kasus kematian akibat rabies. Terakhir, seorang bocah berusia 4 tahun 11 bulan asal Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka tewas karena rabies pada 8 Mei lalu.
Namun menurutnya pemda belum melihat ini sebagai prioritas pencegahan dengan mencapai kekebalan kelompok lewat vaksinasi.
“Vaksin untuk anjing tidak pernah cukup karena masalah anggaran. Idealnya kalau 70 persen anjing sudah divaksin maka bisa terbentuk herd immunity atau kekebalan kelompok, seperti Covid kemarin kan,” jawab dia.
Baca juga : Rendah Vaksinasi Rabies di Flores – Lembata, Satu Balita di Sikka Tewas
Melky menilai vaksinasi anjing saat ini bukan menjadi prioritas tetapi ia berharap adanya penganggaran melalui APBD ataupun dana desa.
“Mau itu dari provinsi, pusat, kabupaten, itu semua sama karena tidak menjadi prioritas tapi ini menyangkut nyawa manusia,” tambahnya.
Dana untuk vaksin sendiri memang tidak cukup sehingga tidak pernah sebanding dengan populasi anjing di Pulau Flores – Lembata yang bisa lebih dari 350 ribu ekor. Sementara dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengirimkan 2.520 dosis vaksin hewan penular rabies (HPR) pasca kejadian kematian di Kabupaten Sikka.
Baca juga : Australia Bantu NTT Alat Canggih Mampu Mendeteksi 82 Virus Pada Ternak
“Tahun ini saja kita dapat dari APBN untuk vaksin. APBD tidak ada dan kalau kabupaten tidak anggarkan juga artinya kita memang susah, pasti akan ada kasus lagi, begitu terus,” jelas Melky.
Pemerintah memang meminta masyarakat untuk tidak melepas anjing sembarangan atau mengikatnya di rumah. Akan tetapi kebiasaan di masyarakat sendiri, jelas Melky, anjing sebagai hewan peliharaan yang bisa menjaga kebun, menjaga rumah dan berburu.
“Makanya harus tetap divaksin karena kalau sudah lepas begitu saja maka bisa kena virusnya kalau ketemu dengan anjing liar,” ujarnya.
Dalam kondisi keterbatasan vaksin dan kebiasaan seperti itu, lanjut dia, maka masyarakat diminta untuk sigap bila terkena gigitan atau anjing rabies menjilati luka di tubuh.
Baca juga : Cegah PMK, Gubernur NTT Larang Masuk Hewan Ternak dan Produk Turunannya
“Kalau digigit atau luka dijilat anjing itu maka harus segera cuci dengan air mengalir, dengan sabun atau disinfektan sampai habis. Itu sekitar 15 menit,” tambahnya.
Setelahnya perlu diperiksa di puskesmas karena vaksin untuk orang yang terinfeksi ada di fasilitas kesehatan.
“Jadi ada vaksin rabies untuk anjing dan ada yang untuk manusia. Untuk manusia itu lengkap di puskesmas. Siapa saja yang terinfeksi bisa minta disuntik segera,” sebut Melky.
Untuk daerah rabies seperti di Pulau Flores – Lembata ini perlu penanganan segera, bukan didiamkan beberapa hari lamanya.
“Jangan berpikir kalau ini anjing di dalam rumah atau milik sendiri lalu lepaskan saja begitu setelah kejadian. Itu tidak benar, segera ke puskesmas!” ungkap dia. *****