Kupang – Nama PT KMJ, perusahaan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) muncul dalam perekrutan ilegal 19 warga Timor Tengah Selatan (TTS), NTT.
Mesak Hala selaku perekrut membongkar nama perusahaan tersebut usai diamankan Tim Polsek Alak yang dipimpin Kapolsek Alak, Kompol Edy.
Pria asal Kecamatan Amanatun Utara, Kabupaten TTS ini merekrut orang-orang dari kabupatennya sendiri atas pesanan PT KMJ. Imbalannya Rp 200 ribu per orang.
Baca juga : 19 Orang Calon Pekerja Ilegal Digagalkan ke Kalimantan Tengah
Mesak memang pernah bekerja di PT KMJ namun berhenti. Belum lama ini pria 29 tahun tersebut ditelepon kembali oleh PT KMJ melalui seorang staf perusahaan. Ia ditawarkan merekrut 33 pekerja secara ilegal dengan iming-iming gaji Rp 3.5 juta per bulan.
Mesak memang berhasil merekrut 19 orang yang kemudian ditampung di rumah seorang bernama Musa Napa. Rumahnya berada di RT 024/RW 007, Kelurahan Alak, Kota Kupang.
Musa juga dimintanya membelikan 33 tiket KM Bukit Siguntang rute Kupang – Nunukan. Mesak menyerahkan Rp. 15,8 juta untuk membeli 33 tiket, sedangkan harga per tiket Rp 439 ribu. Musa untung Rp 1,3 juta dari pembelian tiket itu.
Baca juga : Penjual Orang di Malaka Punya Bos di Malaysia
Musa sendiri dibantu seorang bernama Welem Ronal Rihi untuk membeli tiket. Pada Jumat 9 Juni 2023 mereka bertemu di ruang check in Pelabuhan Tenau Kupang untuk transaksi.
Namun Polsek Alak berhasil menggagalkan aksi perekrut dan penampung pekerja ilegal ini pada Sabtu 10 Juni 2023, beberapa jam sebelum jadwal keberangkatan.
19 orang pekerja ilegal bersama perekrut telah diserahkan ke Satreskrim Polresta Kupang Kota untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.
Baca juga : Pemain Lama Jejaring TPPO di NTT Ditangkap Polisi
Kapolres Kupang Kota, Kombes. Pol. Rishian Krisna Budhiaswanto, menyampaikan para korban diyakinkan oleh Mesak melalui telepon untuk bekerja di PT KMJ.
“Dari interogasi sementara ini memang ada hal-hal yang perlu didalami lagi. Mereka kita amankan saat akan berangkat menggunakan kapal. Ini perlu kita lakukan mengingat NTT menjadi provinsi yang rawan perdagangan orang,” sebut Krisna. ****