Kupang – Kasus pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural terus terjadi di wilayah Provinsi NTT.
Keterbatasan ekonomi dan minimnya pilihan lapangan kerja membuat keluarga terpaksa saling dukung praktik ini terus terjadi.
Tidak jarang kerabat mereka yang lolos secara tak resmi ke luar negeri, misalnya Malaysia, justru mengajak mereka ikut ke sana secara ilegal.
Baca juga : Bakal Ada Direktorat Khusus di Polda NTT Tangani Perdagangan Orang
Tak ayal keluarga enggan buka suara saat kepolisian mengusut kasus kematian ataupun perdagangan orang terhadap keluarga mereka di sana.
Dirreskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, menilai bungkamnya keluarga mengenai jalur keberangkatan, perusahaan yang merekrut, pelaku dan berbagai informasi lainnya akan menjadi kendala penyelidikan.
Menurut Patar, pelaku lapangan harus ditangkap terlebih dahulu untuk mendapatkan otak dibalik perdagangan orang di NTT.
Baca juga : Penjual Orang di Malaka Punya Bos di Malaysia
“Ternyata bukan siapa-siapa. Keluarga sendiri dan ini menjadi kendala kita saat mendalami karena keluarga tutup mulut semua. Diam-diam semua,” ujarnya.
Ia secara pribadi mengaku bila keluarga bersikap seperti itu maka akan menyulitkan kepolisian dalam penelurusan kasus.
“Keluarga tidak mau buka suara, dengan siapa mereka di sana, bagaimana mereka kerja di sana. Terus terang kesal karena kita ditekan untuk mengungkapkan kasus ini tapi keluarga sendiri tidak terbuka,” lanjut dia.
Baca juga : Janji Miskinkan Mafia TPPO, Polda NTT Selidiki Sejumlah Perusahaan
Bila PMI berangkat secara resmi maka tentunya dilindungi dan akan mendapatkan keuntungan Malaysia tidak akan melakukan hal-hal berlebihan akan bisa dipertanggungjawabkan.
“Keluarga juga jangan menjerumuskan keluarga kita yang ada di sini untuk keluar dengan cara-cara tidak resmi seperti itu,” ungkap dia.
Baca juga : Janji Miskinkan Mafia TPPO, Polda NTT Selidiki Sejumlah Perusahaan
Sistem Informasi Online Perlindungan Nasional Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) NTT menyebut kasus yang terlapor mengalami kenaikan.
Tercatat kasus TPPO pada 2019 mencapai 191 kasus. Pada 2020 meningkat hingga mencapai 382 orang. Kemudian pada 2021 naik 624 kasus. Sementara semester pertama 2023 kasus TPPO mencapai 185 orang. ****