Kupang – Warga sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Alak yang terbakar sejak 14 Juli 2024 lalu mengalami gangguan kesehatan. Balita dan lansia pun terpaksa diungsikan karena tak hentinya asap yang mengepung mereka.
Jibrael Mafo Warga RT 13 RW 5, Kelurahan Alak, menceritakan kondisi mereka ini pada Selasa 16 Juli 2024 ini.
Beberapa warga, kata dia, mengalami asma dan batuk keras. Warga sampai berupaya menghindari asap dengan menutup lubang angin atau ventilasi. Ia dan keluarganya juga mengalami hal serupa. Kondisi terparah bila warga tidak memiliki plafon rumah.
“Kita yang dewasa saja susah setengah mati apalagi anak kecil,” tukasnya saat mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait kasus tersebut.
Baca juga : WALHI Proses Perdata Pemkot Kupang Kasus TPA Alak
Jibrael saat itu mewakili warga sekitar TPA Alak untuk mendaftar gugatan terhadap Wali Kota dan DPRD Kota Kupang akibat buruknya pengelolaan TPA Alak.
Ia menyebut warga sudah mulai mengevakuasi bayi dan lansia sejak Senin malam, 15 Juli 2024. Menurut keterangannya juga ada bayi yang berusia 4 dan 5 bulan yang ikut dievakuasi. Namun hingga saat ini ia belum tahu jelas total warga yang berupaya mengungsikan diri.
“Saya dapat konfirmasi baru beberapa orang yang evakuasi ke (Kelurahan) Kuanino, sekitar Bolok, entah lagi ke mana, tapi nanti setelah pulang saya bisa diskusi dengan mereka evakuasi ke mana saja,” tambah dia.
Warga di sekitar TPA Alak kerap mengeluarkan air mata karena perihnya asap yang berbau busuk. Dampak ikutan seperti ISPA menurut dia mungkin terjadi akibat terbakarnya sampah seluruh Kota Kupang yang ditumpuk selama bertahun-tahun ini.
Baca juga: Pemadaman Kebakaran TPA Alak Telan Anggaran Ratusan Juta
“Sejauh ini memang belum ada langkah yang diambil oleh pihak kesehatan sehingga kita yang awam belum bisa memastikan berapa yang menderita ISPA,” tukasnya.
Menurutnya seluruh warga sekitar rata-rata adalah korban karena terganggu saat bernafas apalagi beraktivitas sehari-hari.
“Jemuran ibu-ibu yang dijemur terus dicuci lagi, kan itu juga mereka bisa jadi korban tapi dari sisi kesehatan harapannya pemerintah turunkan Dinas Kesehatan untuk mendata,” lanjut dia lagi.
Ia berharap Pemkot Kupang segera bertindak dan tidak menunggu hingga jatuhnya korban karena warga sekitar pun mengalami trauma.
Baca juga: Warga Bisa Tuntut Kompensasi dari Pemkot Dampak Asap TPA Alak
“Ini hari ketiga di 2024. Kebakaran ini terjadi dan terus terang sangat menimbulkan keresahan dan ketakutan yang luar biasa sehingga ada warga yang mengungsikan anak-anak mereka yang balita,” tukasnya.
Untuk itu, kata Jibrael, warga mendukung gugatan ARAK terhadap Wali Kota dan DPRD Kupang ini sebab Pemkot Kupang tak serius menangani masalah menahun ini.
Warga juga terus memprotes dengan memblokir jalan untuk akses bagi truk-truk pembuang sampah ke TPA Alak.
“Karena bagi kami, kalau terbakar itu solusinya siram dengan air bukannya ditambah lagi dengan sampah,” lanjut dia.
Pemblokiran yang sudah berlangsung 2 hari ini mendapat respon dari pemerintah tingkat kecamatan hingga pejabat Kantor Wali Kota Kupang yang turun langsung ke lokasi. Mobil pemadam kebakaran dan tanki air juga tengah dikerahkan untuk memadamkan api saat itu.
Baca juga: Pemkot Tutup Mata, 10 Tahun TPA Alak Pakai Sistem Terlarang
Namun begitu pemblokiran tetap mereka lakukan. Pekerja serabutan ini mengatakan tuntutan utama warga sekitar TPA Alak haruslah solusi permanen agar tiap tahunnya kebakaran ini tidak terulang.
Saat ini warga yang terganggu kesehatannya yaitu sekitar Kelurahan Penkase Oeleta, Manulai II, hingga menganggu aktivitas Pelabuhan Bolok dan Pelabuhan Tenau.
“Solusi permanen ini dalam arti tidak boleh terjadi hal yang sama di tahun-tahun berikut. Kejadian ini sudah bertahun-tahun dan membuktikan pemerintah tidak serius menangani hal ini dan terjadi pembiaran,” ungkap Jibrael.
Langkah pemblokiran ini, lanjut Jibrael, sebagai upaya agar masyarakat Kota Kupang seluruhnya turut merasakan dampak pengelolaan sampah yang buruk ini, bukan saja warga Alak.
Baca juga: Warga Minta Aktivitas TPA Alak Berhenti Sampai Kebakaran Teratasi
“Sehingga kalau satu Kota Kupang bersuara terkait dengan sampah ini maka mungkin bisa didengar oleh Pemerintah Kota Kupang,” tandasnya.
Divisi Advokasi, Kampanye dan Pengorganisasian Rakyat WALHI NTT, Gres Gracelia, mengatakan perempuan, anak-anak, juga lansia jadi kelompok rentan, termasuk pemulung yang tetap bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri.
WALHI NTT saat memantau lokasi TPA Alak menemukan warga yang mengalami sesak nafas dan kemudian ditolong dengan alat bantu pernapasan.
Baca juga: TPA Alak Milik Kota Terkotor di Indonesia Terbakar Lagi
Armada sampah di Kota Kupang, jelasnya, sebanyak 44 buah dan 14 unit di antaranya rusak parah dan tidak bisa digunakan.
Selain itu, sistem open dumping di TPA Alak seharusnya tidak digunakan lagi sejak 2018 kian memperumit pengelolaan sampah hingga hari ini.
Menurut Gres apa yang dialami warga Kecamatan Alak adalah situasi darurat pengelolaan sampah yang bisa disuarakan seluruh warga Kota Kupang.
“Persoalan sampah ini jadi hal yang serius supaya kita tidak hanya merayakan ulang tahun kebakaran TPA, tapi pemerintah pun harus membenah diri,” tukas dia. ***