Kupang – Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Alak di Kota Kupang terbakar lagi. Selama dua hari kebakaran di penampungan sampah terbesar di kota terkotor se-Indonesia ini tak kunjung padam.
Asap hasil terbakarnya gunungan sampah yang beraroma tak sedap masuk ke dalam rumah warga Kelurahan Manulai II maupun kelurahan sekitarnya. Anak-anak hingga lansia terpaksa menghirup asap kotor.
Baca juga : Cerita Dari TPA Alak: Sampah B3 Yang Diacuhkan Pemkot Kupang
Pelabuhan Bolok ASDP Indonesia, Pelabuhan Tenau dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Kota Kupang tak luput dikepung asap dari tumpukan sampah tahunan yang terbakar itu.
Kebakaran sudah terjadi di beberapa titik. Apinya memang tidak menyebar cepat ke seluruh permukaan akan tetapi tak henti-hentinya asap menyembul keluar dari berbagai arah.

Menurut para pemulung di lokasi, kebakaran TPA Alak tiba-tiba terjadi di Jumat sore, 13 Oktober 2023 dan dengan cepat api makin besar dari tengah-tengah lokasi seluas 4,3 hektare.
Seorang pemulung bernama Norlina Neolaka mengatakan sejak kemarin petugas pemadam kebakaran sudah rutin bolak-balik. Namun hingga Sabtu 14 Oktober 2023 upaya keras mereka tak banyak membuahkan hasil. Lokasinya yang terlalu luas dan api yang muncul dari tumpukan terdalam menyulitkan petugas pemadam kebakaran.
Baca juga : Walhi Temukan Sampah B3 Dua Rumah Sakit di TPA Alak
Warga asal Kapan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) ini mengaku telah 1,6 tahun menjadi pemulung di Kota Kupang dan ini kali keduanya menyaksikan kebakaran di TPA Alak.
“Seperti tahun kemarin, ini juga susah padam,” tanggap Norlina yang tengah sibuk menumpuk banyak botol plastik ke dalam sebuah karung besar.
Asap tebal yang menggulung di antara gunungan sampah menyelimutinya dan Norlina dengan acuh beraktivitas tanpa menggunakan masker sama sekali.

Tidak saja Norlina, beberapa pemulung maupun warga sekitar TPA Alak, baik anak-anak hingga lansia juga tidak menggunakan masker. Mereka bernafas di antara kepungan asap yang terbawa angin.
Baca juga : Walhi Sebut Pengelolaan Sampah Kumpul-Angkut-Buang di Kota Kupang Saatnya Ditinggalkan
Babinsa setempat, Lamber Talan mengaku setiap tahunnya terjadi kebakaran di TPA Alak. Kebakaran terbesar terjadi pada 2022.
Menurut dia kebakaran ini biasanya berlangsung di antara Agustus atau menjelang musim hujan. Saat suhu sangat panas disertai angin kencang maka memungkinkan api muncul dari antara sampah yang mudah terbakar.
“Tapi kali ini di Oktober panas ini. Jadi kalau angin kencang lagi itu bisa lebih parah,” jawab anggota TNI yang telah bertugas 5 tahun di lokasi itu.
Belum diketahui penyebab terbakarnya TPA Alak sementara titik-titik api lainnya terusan bermunculan secara tiba-tiba.
Ia mengaku memantau lokasi sekitar pukul 19.00 WITA setelah mendapat laporan. Gulungan asap hitam tebal sudah menjulang ke langit yang gelap saat ia tiba.
Hal itu tentu membuat warga tak nyaman dan khawatir, kata Lamber, terlebih karena jumlah anak-anak dan lansia di sekitar TPA Alak kurang lebih 300-an jiwa.
Baca juga : Saksi Ungkap Insiden Ponsel Terbakar dalam Kabin Lion Air Rute Kupang – Surabaya
Untungnya sepanjang malam angin menyapu asap hitam itu ke arah laut dan akhirnya memungkinkan warga untuk dapat tidur dengan aman.
Tahun 2022 kebakaran di TPA Alak juga sempat menjadi sorotan publik karena di tahun yang sama Kota Kupang mendapat gelar “Kota Terkotor” di Indonesia.
Gelar ini diberikan untuk Kota Kupang yang terkategori kota sedang terkotor oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Baca juga : Anak Kota Kupang Rentan Jadi Korban Kekerasan Online
Yayasan Pikul turut menyorotinya sebab Kota Kupang juga telah menerima gelar yang sama pada 2019 lalu oleh KLHK dalam penilaian program Adipura periode 2017-2018.
Kota Kupang merupakan Ibu Kota Provinsi NTT namun masih tertinggal soal sistem pengelolaan sampah yaitu masih dengan sistem Open Dumping atau pembuangan terbuka.
Sistem ini sebenarnya sudah dilarang sejak tahun 2013 dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 karena berakibat munculnya gas metana (CH4). Gas ini berbahaya bagi makhluk hidup dan menjadi penyebab krisis iklim.
Selain itu sistem seperti ini bisa melepas emisi karbon sebesar 15 persen atau serupa dengan 21,6 juta mobil yang dikendarai selama satu tahun.
Baca juga : 10 Brand Penyumbang Sampah Plastik di Perairan Kupang
Menurut Yayasan Pikul pemerintah daerah diharuskan punya perencanaan penutupan sistem ini paling lama satu tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut. Namun, hingga saat ini sampah di TPA Alak terus menggunung dan akhirnya terbakar lagi.
Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Kupang tahun 2022 menunjukkan sampah Kota Kupang mencapai 86 ton sampah per hari. Sementara pada tahun 2021 mencapai 218.98 ton per hari. ****