Kupang – Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia merilis Laporan Kasus Perdagangan Orang Tahun 2023 yang menyinggung keterlibatan para pejabat Pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Laporan Amerika Serikat itu merupakan laporan resmi tingkat dua yang diakses 3 Januari 2024. Laporan perdagangan orang ini awalnya menyebut Provinsi NTT menyumbang warga mereka sebagai pekerja asal Indonesia yang paling banyak mengalami eksploitasi di luar negeri.
Kemudian dikatakan adanya pejabat-pejabat korup di Indonesia termasuk pejabat di Provinsi NTT dalam kasus ini. Para pejabat ini pun sudah dilaporkan namun demikian tidak ada tindak lanjut hukum atas tuduhan tersebut.
Baca juga : Perlawanan Pekerja Migran NTT: Hargai Saya Sebagai Manusia, Bukan Binatang
Amerika Serikat menyoroti kasus ini berbeda proses hukumnya dengan kasus Bupati Langkat di Provinsi Sumatera Utara yang menyiksa hingga tewas pekerja di perkebunan kelapa sawitnya dan mengurung 57 pekerja itu dalam kerangkeng.
Sedangkan para pejabat yang terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) termasuk di NTT ini, sebut laporan itu, ikut memfasilitasi penerbitan dokumen palsu, menerima suap yang memungkinkan calo mengangkut pekerja migran tanpa dokumen melintasi perbatasan, melindungi tempat-tempat terjadinya perdagangan seks, terlibat dalam intimidasi saksi, dan secara sengaja melemahkan praktik pengawasan agar agen-agen perekrutan ini terhindar dari tanggung jawab.
Baca juga : 6 Fakta PMI NTT Dieksploitasi di Malaysia
“Selama periode pelaporan, seorang pembela pemberantasan TPPO menuduh pejabat-pejabat dari Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan penipuan dalam perekrutan, pemalsuan dokumen perjalanan, dan penyelundupan pekerja migran Indonesia ke luar negeri,” lanjut laporan ini.
Namun serangkaian tuduhan penyalahgunaan wewenang para pejabat tingkat daerah ini pun sama sekali tidak ditanggapi balik oleh pemerintah.
“Pemerintah tidak melaporkan adanya tindakan apapun untuk menanggapi tuduhan ini,” tulis Kedutaan AS lebih lanjut.
Baca juga : ASN NTT Paling Tidak Netral Dalam Pemilu
Selain itu, masyarakat sipil menduga sebagian aparat penegak hukum dan politisi mengorganisir penggerebekan tempat-tempat hiburan untuk memaksa meminta uang suap dari pekerja seks komersial dewasa yang kemungkinan di antara mereka merupakan korban-korban perdagangan seks.
Amerika Serikat dalam laporan ini juga tidak merinci instansi mana saja yang terlibat dalam sistem korup tersebut.
Ada 13 rekomendasi yang dikeluarkan berdasarkan adanya laporan itu. Pada poin pertamanya adalah hukuman berat bagi para pejabat korup yang terlibat dalam kasus TPPO ini.
Baca juga : Pelaku Kekerasan Seksual di NTT dari Anak Usia 5 Tahun Hingga Lansia
“Pertama, meningkatkan upaya yang lebih baik untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan perdagangan orang serta menghukum pelaku tindak pidana perdagangan orang, termasuk pejabat pemerintah yang terlibat,” bunyi rekomendasi itu.
Rekomendasi berikutnya juga mengenai amandemen UU PTTPO Tahun 2007 untuk menghapus persyaratan pembuktian kekerasan, penipuan, atau pemaksaan untuk membenarkan kasus perdagangan seks anak.
Mulanya laporan ini mengungkapkan PMI asal NTT ini menggunakan agen dan sub-agen perekrutan yang tidak bertanggungjawab, mengalami penahan dokumen identitas, hingga diancam dengan kekerasan agar tetap dalam situasi kerja paksa.
Baca juga : Pria di Matim Paksa Anaknya Jadi Budak Seks Selama 3 Tahun
PMI juga disebut seringkali dijerat utang oleh agen perekrutan Indonesia dan luar negeri untuk memaksa dan mempertahankan agar tidak meninggalkan pekerjaan mereka.
“Pelaku perdagangan tenaga kerja mengeksploitasi banyak warga negara Indonesia melalui kekerasaan dan paksaan dengan jerat utang di Asia (khususnya RRT, Korea Selatan, dan Singapura) dan Timur Tengah (khususnya Arab Saudi), terutama pekerjaan rumah tangga, pabrik, konstruksi, manufaktur, dan perkebunan kelapa sawit di Malaysia, serta di kapal-kapal penangkap ikan,” tulis laporan itu.
Baca juga : Malaysia Tangkap 32 Warga NTT Langgar Batas Negara, Kasus Tertinggi di 2023
Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah memang dikatakan juga menerima banyak pekerja rumah tangga asal Indonesia yang tidak dilindungi undang-undang ketenagakerjaan negara setempat dan sering mengalami berbagi indikator TPPO.
“Ada pula yang jam kerjanya panjang, ketiadaan kontrak resmi, dan upah yang tidak dibayarkan. Pekerja-pekerja ini banyak berasal dari provinsi Nusa Tenggara Timur,” lanjut laporan itu. ***