Kupang – Tindak kekerasan, baik fisik maupun nonfisik dalam hubungan pacaran dialami mahasiswa di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Para korban memilih bungkam atas tindak kekerasan yang dialaminya karena dianggap aib atau takut pada kekasihnya.
Meski ada juga yang bersedia mengungkap kekerasan yang dialami dalam hubungan toksik dengan kekasihnya. Misalnya Ida, mahasiswa FISIP Universitas Nusa Cendana (Undana) mengaku pernah mendapat perlakukan kasar dari mantan kekasihnya.
Baca juga: Transformasi Irene Kanalasari dari Penyintas Kekerasan Seksual Menjadi Pengacara Anak
Kekerasan psikis dialaminya saat usia pacaran mereka menginjak dua tahun. Ketika muncul masalah, sang kekasih memuntahkan kata-kata makian kepada Ida. Pemicu amarahnya, ujar Ida, adalah faktor cemburu yang berlebihan.
Ida mengatakan kalimat makian yang keluar dari mulut pacarnya membuat dia cukup sakit hati . Dia kemudian memutuskan hubungan toksik itu.
“Waktu itu saya juga sempat kaget saat dia maki itu, dan pastinya saya sakit hati sekali. Saya langsung kasi putus dia waktu itu juga,” kata Ida kepada KatongNTT.com di Kampus FISIP Undana, Senin, 26 November 2023.
Hubungan toksik juga dialami Agnes Hati, mahasiswa Universitas Katolik Wira Mandira (Unwira). Saat ditemui Katongntt.com di kampus, Agnes mengaku pernah dimaki-maki kekasihnya.
Perempuan asal Pulau Rote ini mengatakan, selain dimaki, sang pacar bahkan pernah mengeluarkan ancaman untuk memukul dirinya. Amarah tak terkendali kekasihnya itu dipicu keputusan Agnes mengakhiri hubungan mereka karena kekasihnya selingkuh.
Baca juga: Anak Pekerja Migran Berisiko Besar Jadi Korban Kekerasan Seksual
“Katong (saya) bertengkar waktu itu karena saya dapat tau (ketahuan) dia selingkuh. Saya marah besar dan dia tidak terima jadi dia sempat maki saya, dan saya langsung minta putus. Dia sonde (tidak) terima dan ancam mau pukul saya. Jadi saya abis (selesai) putus itu langsung blokir dia dari semua sosmed” ujar Agnes mengenang peristiwa pahit itu pada Senin, 26 November 2023.
Arland, mahasiswa Agribisnis di Undana mengungkapkan dirinya belum pernah bersikap kasar pada kekasihnya. Sebagai lelaki, dia pun tidak setuju melakukan kekerasan pada kekasihnya sekalipun mereka beberapa kali bertengkar.
” Kalo bertengkar su (sudah) pasti pernah kak, apalai beda pendapat begitu. Tapi kalo sampe ( sampai) maki apalai (bahkan) pukul itu Puji Tuhan sonde (tidak) pernah. Mudah-mudahan jangan karena menurut beta( saya) itu sudah keterlaluan,” ujar Arland.
Baca juga: Mengenal 4 Jenis Kekerasan Yang Dialami Perempuan
Jumlah kasus kekerasan psikis di NTT melonjak dalam tiga tahun terakhir. Pada 2020 ada 182 kasus dan 321 kasus setahun kemudian. Di 2022, jumlah kekerasan psikis melonjak menjadi 446 kasus. Data ini dilaporkan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023, terdapat 422 kasus kekerasan dalam pacaran. Sebanyak 712 kasus kekerasan oleh mantan pacar yang terbanyak diadukan. (Ayunda)