Kupang – Sejumlah civitas akademika dari berbagai universitas di Indonesia mengkritik Presiden Jokowi akibat manuver politiknya dalam pilpres 2024.
Hujan kritik dari berbagai guru besar dan akademisi ini spesifik soal orkestrasi kuasa Jokowi dalam pencalonan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.
Baca juga : Ragu Pemilu 2024 Demokratis, Kurawal Serukan Pengawasan Internasional
Akademisi Fakultas Filsafat UNWIRA Kupang, Doktor Watu Yohanes Vianney, melihat kondisi moral dan etika pemerintah saat ini memang memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Pandangan ini juga nampak dari Asosiasi Filsafat dan Teologi Indonesia (AFTI) atas penilaian etika dan moral pejabat negara saat ini.
Menurutnya ada potensi bahaya mengintai dalam pemilu ini yaitu masalah kesatuan bangsa. Sila ketiga Pancasila ini pun terancam kala tak adil dan tidak beradabnya kontestasi pemilu dilangsungkan.
“Persatuan dan kesatuan bangsa akan bisa berbahaya bila perikemanusiaan yang adil dan beradab dalam memilih itu diabaikan. Itu sebabnya kita harus tegakkan nilai moral dan etika,” tandasnya saat dihubungi, Senin 5 Februari 2024.
Baca juga : Mahfud MD : Demokrasi Kita Dibajak, Demokrasi Jual Beli
Moral yang dimaksudnya adalah praktek politik yang harusnya berdasarkan konstitusi dan praktek sosial yang dasarnya ialah adab.
Sebelumnya, kata dia, etika dan moral sudah termuat dalam Pancasila dan konstitusi yang harusnya ditegakkan sesuai standar itu bukannya malah dilanggar.

Pemerintah pun wajib melakukan praktek yang baik sesuai konstitusi sebagai rel utama dan menaati aturan turunannya termasuk tidak melanggar UU Pemilu.
Baca juga : Uskup Agung Kupang Jabarkan Kriteria Pemimpin Pilihan di Pemilu 2024
“Posisi kita adalah bukan mengkritik rezim tapi kita mengingatkan seluruh elemen bangsa termasuk pihak eksekutif, legislatif, semuanya, karena sila ketiga ini harus sungguh-sungguh kita hidupi,” tukasnya lagi.
Gibran sendiri baru menjabat Wali Kota Solo selama 2 tahun dan tiba-tiba maju menjadi cawapres beberapa bulan setelah menyatakan dirinya belum matang untuk level ini.
Anak sulung Jokowi berusia 36 tahun ini lolos sebagai cawapres setelah syarat batas umur cawapres diubah Mahkamah Konstitusi (MK). Hakimnya Anwar Usman, ipar dari Jokowi.
Baca juga : Sudah Cukup, Jabatan DPR dan DPRD Hanya Perlu 2 Periode
Media tanah air pun spontan menyoroti kritik berbagai kampus terhadap Jokowi. Menurut iNews, sudah 29 kampus yang secara terbuka buka suara hingga 4 Februari kemarin.
Civitas akademika Universitas Gajah Mada (UGM) yang terdahulu mengeluarkan Petisi Bulaksumur di 31 Januari 2024 dan dibacakan oleh Prof Koentjoro di Balairung UGM.
Petisi ini menyoroti pelanggaran etik di MK, lalu keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, lalu pernyataan kontradiktif Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye.
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM),” ucap Koentjoro dalam acara Mimbar Akademik: Menjaga Demokrasi oleh akademisi UGM itu.
Baca juga : Xanana Temui Jokowi Bahas Penyelesaian Batas Negara
Civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) pada 1 Februari 2024 ikut mengeluarkan petisi Indonesia Darurat Kenegarawan. Mereka menuntut Presiden Jokowi kembali beretika dan berhenti menyalahgunakan kekuasaan.
Koalisi Dosen Universitas Mulawarman (Unmul) pada 2 Februari 2024 turut menuntut Presiden Joko Widodo menghentikan langkah politik yang ditujukan untuk kepentingan pribadinya, termasuk agar ASN netral, dan tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kelompok tertentu.

Civitas akademika Universitas Indonesia (UI) juga mengkritik Jokowi di tanggal yang sama dengan menyebut pemerintah saat ini hilang kemudi dan bermain curang sampai nihil etika.
Baca juga : Deret Anak-anak Politisi Besar Rebutan Suara di NTT
“Demokrasi harus dipulihkan kembali,” baca Ketua Dewan Guru Besar UI Harkristuti Harkrisnowo saat itu.
Begitu pula dengan civitas akademika Universitas Padjajaran (Unpad) yang mengeluarkan Petisi Seruan Padjadjaran pada 3 Februari 2024.
Mereka menyebut banyaknya pelanggaran etika dan cedera nilai demokrasi saat menyambut pesta politik tahun ini.
“Praktik kuasa untuk melegitimasi kepentingan segelintir elit akan berdampak pada kegagalan pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa, yang menjadi tujuan bernegara, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, alinea kedua,” baca Ketua Senant Unpad Prof Ganjar Kurnia.
Baca juga : Politik Uang Merendahkan Martabat, Menyesatkan Demokrasi
Terbaru, 5 Februari 2024 civitas Akademika Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mencap praktik politik ala Jokowi sarat nepotisme dan tidak netral.
“Salah satu yang kita kritisi sebenarnya adalah nepotisme,” tukas Rektor UMS, Sofyan Anif saat itu.
Gelombang kritik juga disampaikan ratusan civitas academica Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pada Senin ini juga, 5 Februari 2024.

Guru Besar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof Hotman Siahaan, yang membacakan manifesto itu. Ia mengatakan adanya prinsip-prinsip republik yang telah melenceng demi kepentingan personal kekuasaan seorang Jokowi.
Baca juga : NTT Beri Rp 2,6 Miliar ke 11 Parpol, PDIP Terbanyak
“Mulai dari upaya untuk memanfaatkan MK untuk mengubah aturan syarat mendaftar capres maupun cawapres sebagai celah hukum yang memberi jalan kepada Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres,” ucapnya.
Kemudian ada indikasi penggunaan fasilitas negara maupun aparat negara demi kepentingan politik partisan elektoral, sampai ketidaktegasan kepemimpinan pemerintah untuk menunjukkan netralitas dalam ucapan dan tindakan dalam Pilpres 2024.
“Yang memiliki kecenderungan membela paslon tertentu yang memiliki hubungan kekeluargaan,” tambahnya. ***