Semarang – Kekeringan yang melanda beberapa daerah diharapkan tidak terlalu berdampak pada kenaikan angka stunting. Hal itu karena beras sebagai salah satu bentuk karbohidrat bisa diganti dengan sumber karbohidrat yang lain. Indonesia mempunyai keragaman sumber karbohidrat tersebut.
Harapan itu disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo meningkatkan gizi keluarga dari pangan lokal selain beras. Apalagi, saat ini banyak daerah yang mengalami kekeringan. “Sekarang ini kekeringan meningkat diiringi harga barang yang naik, dan yang kelihatan beras. Saya optimis karena (di Indonesia) masih ada sumber karbohidrat dari bahan pangan lain, harapan saya masyarakat jangan bergantung pada beras,” kata Hasto di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (19/9/2023).
Baca : Optimalkan Singkong, NTT Bisa Kurangi Ketergantungan Beras dari Luar
Hal itu disampaikannya di sela-sela demo masak oleh Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dengan memanfaatkan bahan pangan lokal dari singkong.
“Oleh karena itu hari ini ada demo masak di Kota Semarang, yang ditekankan itu bagaimana pengganti beras bisa hadir. Maka tadi ada opor singkong, tetapi kalau karbohidratnya dari singkong, jangan lupa proteinnya dicukupi dari ayamnya,” ujar Hasto seperti ditulis Antara.
Baca : Kekeringan, Harga Beras Naik, dan Tanam Singkong
Dikatakan, saat ini merupakan momentum ketika harga pangan ada kenaikan, maka masyarakat harus mengutamakan produk lokal dan tidak harus beras, seperti labu, singkong, dan jagung. Bahan pangan non-beras itu tidak membutuhkan banyak air dan bisa menjadi tanaman tadah hujan, sehingga sangat baik dimanfaatkan di musim kemarau atau di wilayah yang mengalami kekeringan.
“Makanan lokal dan tidak impor itu yang bisa membuat kita bertahan, dan tidak tergantung dari melimpahnya air, seperti singkong, jagung, itu kan tadah hujan. Kalau padi pada umumnya kan butuh irigasi, sehingga kekeringan itu lebih banyak menghantam padi, jadi saya berharap ada konversi,” ucapnya.
Baca : Laku Tobe, Tumpeng Singkong dari Timor
Menurut Hasto, ketahanan pangan masyarakat juga berpengaruh terhadap angka stunting di suatu wilayah. Dia berharap bupati/wali kota di tiap daerah bisa mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penyediaan pangan, utamanya alternatif selain beras. Hal itu agar tidak ada kerawanan pangan pada masa kekeringan dan gizi keluarga bisa tetap tercukupi. Mungkinkah hal ini dilakukan di Nusa Tenggara Timur (NTT)?
Generasi Emas
Menu opor singkong dalam demo masak oleh Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan dihadiri BKKBN Hasto Wardoyo mengingatkan kembali demo masak pada awal Agustus 2022 lalu. Saat itu, Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri memasak di acara peluncuran buku Resep Makanan Baduta dan Ibu Hamil untuk Generasi Emas Indonesia.
Baca : Perempuan NTT Dalam Bayang-bayang Bencana Ekologis
Megawati Soekarnoputri mengajak ibu-ibu untuk rajin memasak dengan menu yang murah meriah tapi bergizi bisa disajikan para ibu untuk keluarga. Dengan bisa makan di rumah, maka bisa ikut menekan angka stunting.
Hal itu disampaikannya saat melakukan aksi demo memasak opor singkong di Jakarta, Senin (8/8/2022). “Saya disuruh bikin opor singkong yang terdiri dari ayam, singkong dan tahu. Singkongnya pengganti beras,” kata Megawati seperti dikutip sejumlah media.
Baca : Edisi Perempuan NTT: Potret Buram Kemiskinan, Para Perempuan Kehilangan Anaknya
Saat demo, Megawati ditemani Hevearita Gunaryanti Rahayu yang menjadi asistennya saat memasak. Turut mendampingi Hetty Andika Perkasa (yang saat itu sebagai Ketua Umum Dharma Pertiwi) dan istri Kepala BKKBN dr Dwikisworo Setyowireni. Kemudian Mensos Tri Rismaharini, Kepala BPIP Yudian Wahyudi, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr. Laksana Tri Handoko, dan Kepala Pusdokkes Polri Irjen Pol Asep Hendradiana mewakili Kapolri. Ada juga dua komika, yakni Cak Lontong dan Akbar, yang memandu proses demo memasak tersebut. [Heri SS]