Kupang – Senyum selalu muncul di antara pipi Jona yang gempal. Bocah itu sendirian di atas panggung tanpa gugup sedikit pun mendapati deru tepuk tangan banyak orang. Jona menyiapkan Tuhan Tak Pernah Salah, sebuah puisi yang akhirnya merubah perasaan semua orang di bawah mendung sore itu.
Tiga tenda abu-abu sudah ramai diisi keluarga murid-murid disabilitas Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Pembina Kupang. Akhir Oktober itu digelar pentas kreativitas bagi anak-anak istimewa yang bersekolah di sana. Tari-tarian, peragaan busana daerah, kemampuan berbahasa Inggris, berbagai ketrampilan murid-murid yang tunanetra hingga tunagrahita atau autis ada di satu panggung kecil itu.
Baca juga : Deret Anak-anak Politisi Besar Rebutan Suara di NTT
Semulanya heboh dan penuh tawa kekaguman berangsur berubah kian lembutnya. Jona menukarnya dengan air mata ke dalam setiap pandangan yang melekat ke dirinya. Senyum anak SD Kelas 1 Autis itu masih saja cerah namun haru yang ditularkannya terlalu besar. Gurunya, para orangtua, tamu-tamu terhormat di baris kursi paling depan, mereka semua menangis.
Ia melafalkan puisi itu tanpa intonasi kaku atau mendayu-dayu. Jona mengalirkannya saja bagai bercerita tentangnya dan semua teman-teman yang lahir dalam dunia yang terbatas. Kadang dianggap tak berguna, kadang dianggap tak berdaya hingga memohon-mohon agar tak ada sesal dari wanita yang melahirkan mereka. Kehadirannya yang demikian kekurangan itu tanpa maksud membuat malu siapapun terutama sang ibu.
Aku tahu letih ragamu ibu
Aku pun tahu kesedihanmu
Gelisahmu dalam kebingungan
Saat kau tahu aku terlahir tak sempurna
Suara Jona kini kadang tenggelam mungkin menahan apa yang ia rasakan. Sesekali ia menggenggam kuat pengeras suara. Nafasnya terdengar mengisi jeda namun dengan tenangnya ia menguasai acara yang sudah berubah jadi isak itu.
Baca juga : Perlawanan Pekerja Migran NTT: Hargai Saya Sebagai Manusia, Bukan Binatang
Percayalah ibu, Tuhan tak pernah salah dalam mencipta
Hapuslah air matamu ibu
Yakinlah dirimu suatu saat nanti
Ibu merasa bangga
Pernah melahirkan aku.
Kemudian Jona turun dari panggung dan meninggalkan orang-orang yang telah ramai berderai air mata di antara asrinya halaman tengah sekolah. Tepuk tangan mereka tak begitu dipedulikannya lagi. Jona kembali ke dalam dunianya yang begitu luas dibanding dengan panggung kecil itu. Ia berlarian dengan anak-anak lainnya atau kadang ia sendirian menyusuri kelas ke kelas, mengamati berbagai hal dengan detailnya.
Nur Linda, gurunya Jona menjelaskan kemampuan anak-anak dengan autisme dalam mengelola informasi yang memang tak sama seperti kebanyakan anak lainnya. Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan sosial dan aktivitas sehari-hari pun jauh berbeda dan unik.
Baca juga : Kronologi Rusuh di Kupang Hingga Kondusif Hari Ini
Namun begitu anak-anak ini sangat peka. Mereka mempunyai daya khusus dalam menyampaikan rasa sayang kepada orang lain. Anak-anak ini juga memiliki kecerdasan yang tak terduga apabila dididik dengan metode yang tepat.

Jona atau Jonathan Putra Limahelu salah satu anak autis yang unggul mengenali huruf. Ia sudah bisa membaca saat baru masuk sekolah kelas satu. Awalnya per suku kata hingga menjadi kalimat panjang.
Jona juga yang menjadi paling aktif mendukung teman-temannya di dalam kelas. Ada berbagai kisah bagaimana ia mengajari huruf kepada temannya.
“Awalnya tanda baca dia tidak kenali jadi titik koma itu dia libas. Jadi tiap hari itu saya kasih jeda panjang, ada yang saya kasih warna berbeda supaya kalau warnanya habis dia bisa diam dulu,” jelas Nur saat itu.
Baca juga : Kecap Tanpa Kedelai Warisan Mertua Jadi Icon NTT
Kemampuan mengingatnya juga bagus. Puisi Tuhan Tak Pernah Salah itu dikuasai Jona dalam waktu singkat hingga akhirnya tanpa menggunakan teks sama sekali. Sesuatu yang luar biasa di kelasnya.
“Saya lupa bawa kertas puisinya ke tempat latihannya di aula jadi niatnya mau kasih HP karena ada teksnya juga kan biar bisa dibaca tapi ternyata dia bisa, dia sudah hafal, ingatannya kuat juga,” cerita Nur yang kagum dengan muridnya yang berusia 7 tahun ini.

Ayahnya, Elias Limahelu, juga terkagum-kagum dengan kemampuan anaknya. Ia melihat ada hal-hal besar yang bisa dilakukan anaknya ke depan.
Baca juga : NTT Jadi Provinsi Dengan Penindakan Korupsi Terbanyak Ketiga di Indonesia
“Pada waktu umur tiga tahun itu kita baru tahu dia bisa membaca saat kita karaoke. Terus saya ajak ke warung, kasih menu itu dia bisa baca dan sama sekali itu tidak diajar, otodidak dia kenal huruf dari teks-teks di situ,” ceritanya.
Pria asal Ambon ini merupakan pensiunan dari Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Kupang. Istrinya sendiri berasal dari NTT dan juga pensiunan dari UNKRIS.
Baca juga : BP2MI Ingin Seluruh Instansi Pecat Pegawai ‘Berengsek’
Ia menyampaikan betapa terharunya ia dan istrinya bisa menyaksikan penampilan anak kedua mereka hari itu. Menurutnya Jona adalah karunia teristimewa di keluarga mereka.
“Ibunya sampai menangis, banyak yang menangis, karena waktu latihan itu tidak seperti begitu tapi begitu tampil jadinya lebih kena,” ungkap Elias dengan kagum.
SLB Negeri Pembina Kupang sendiri memiliki 119 siswa disabilitas dari tingkat SD sampai SMA dengan berbagai jenis keterbatasan. Ada 37 murid SMA, 35 murid SMP dan sisanya adalah murid SD sebanyak 47 orang.
“Berbeda dengan sekolah lain. Di sini kelas 1A itu tunanetra simbolnya. 1B itu tunarungu, 1C tunagrahita, 1D tunadaksa dan 1Q itu autis,” jelas Daniel Tafuli, seorang guru dan penanggung jawab pentas yang berlangsung 20 Oktober itu.
Menurutnya, saat anak-anak mengenal huruf M dan A saja merupakan hal yang luar biasa bagi mereka para guru. 2 huruf ini yang akan dirangkai anak-anak menjadi kata Mama.
Baca juga : Keuskupan Agung Jakarta Gelar Pelatihan Teknologi untuk Tunanetra
“Itu kalau di luar sana orang anggap biasa, tapi mereka tidak tahu, bagaimana perjuangan mereka sampai bisa tau huruf M dan A. Aduh, kalau kita omong soal itu, ya saya hanya bisa bilang itu sungguh luar biasa,” tukasnya.
Memang tantangan besar adalah saat mengajarkan materi kepada anak-anak tunagrahita karena memerlukan penyesuaian dengan daya tangkap mereka yang kurang atau di bawah level 70. ***