Kupang – Rabies telah menimbulkan penderitaan luar biasa bagi penderitanya. Penyakit ini telah menewaskan banyak orang termasuk anak-anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Anak-anak yang terjangkit rabies takut terhadap cahaya, tak bisa minum dan makan, tak mau terkena angin sekalipun cuma tiupan kecil. Korban rabies tak bisa tidur hingga hilang kesadaran dan tewas.
Baca juga : Anak-anak Jadi Korban Jiwa Terbanyak Serangan Rabies di Flores dan Lembata
Pada 28 September ini diperingati sebagai Hari Rabies Sedunia dan pada saat yang sama genap 4 bulan virus ini diumumkan masuk ke wilayah Pulau Timor, tepatnya di Timor Tengah Selatan (TTS).
Virus penyerang otak ini awalnya muncul di Pulau Flores dan Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 1997. Telah 26 tahun lamanya teror itu merajalela di Pulau Flores dan Lembata yang kini menjadi daerah karantina atau zona merah rabies.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Hewan, Melky Angsar, dalam pemberitaan beberapa waktu lalu mengaku status ini bisa dicabut apabila 70 persen populasi anjing mendapat vaksin. Namun hingga kini hal tersebut belum menjadi prioritas padahal harga per dosis vaksin menurut dia dari Rp 9 ribu hingga Rp 12 ribu per dosis.
Baca juga : Terdeteksi 12.576 Kasus, Dua Kabupaten di NTT Berstatus KLB Rabies
Kabupaten Sikka sendiri baru menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 16 Mei 2023 setelah jatuh 2 korban jiwa, salah satunya bocah 6 tahun asal Desa Hikong.
Tak lama berselang, kasus rabies pertama di Pulau Timor pun muncul di Desa Fenun Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Dinas Peternakan NTT mengkonfirmasi kasus perdana rabies di Pulau Timor ini pada 29 Mei 2023. Teror itu resmi menyebar dari wilayah Flores dan Lembata ke Pulau Timor.
Bupati TTS, Egusem Pieter Tahun, pada tanggal yang sama menyebut 1 orang tewas dan 10 warga Desa Fenun digigit anjing pembawa rabies seminggu sebelumnya.
Baca juga : Kasus Rabies Ditemukan di TTS
Sehari setelahnya diketahui penyebaran rabies di TTS sudah tak terbendung. Pada 30 Mei 2023, Pemda TTS mengumumkan 7 kecamatan terlanjur terpapar rabies yaitu Kecamatan Amanatun Selatan, Kuatnana, Kolbano, Amanuban Tengah, Nunkolo, Kie dan Kualin. Korban gigitan anjing penular rabies menjadi 22 orang.
11 anak berusia di bawah 7 tahun menjadi korban gigitan anjing berpenyakit itu. Ada pula 6 orang korban berusia 50 hingga 73 tahun. Sementara Pemda TTS tak tahu bagaimana masuknya virus menular itu ke Desa Fenun yang terpencil.
Penetapan status KLB di TTS pun diputuskan pada tengah malam 30 Mei itu atas hasil observasi yang menemukan 46 orang mempunyai gejala khas rabies.
Baca juga : Rabies di TTS Jadi KLB, 46 Orang Terinfeksi Termasuk Anak-anak
Sayangnya pada 2 Juni 2023 Pemda NTT mengaku tak punya anggaran pengadaan VAR bagi hewan penular untuk mencegah penyebarannya. Sementara TTS idealnya memerlukan 60 ribu dosis VAR.
2 hari setelahnya, 4 Juni 2023, dilaporkan 146 kasus gigitan anjing rabies di TTS yang mana 71 anak di antaranya menjadi korban yakni 25 bayi di bawah 5 tahun (balita) dan 46 anak usia sekolah.
Bupati TTS lekas mengeluarkan instruksi, 9 Juni 2023, yang menegaskan soal setahun kurungan penjara dan denda Rp 1 juta kepada pemilik hewan penular rabies (HPR) yang tidak dirantai atau dikandangkan.
Baca juga : Pemda TTS Ancam Pidana Pemilik Hewan Penular Rabies
Sehari sebelumnya para bupati dari wilayah Sumba, Sabu, Rote juga sigap mengeluarkan instruksi untuk menutup wilayah mereka dari pengiriman hewan asal wilayah zona merah rabies.
Korban jiwa berjatuhan. Pada 13 Juni ada 2 balita di TTS yang dilaporkan meninggal dunia akibat telat diberi VAR pasca gigitan. Penanganan yang lambat karena keluarga dan tenaga medis belum sadar adanya virus yang membahayakan ini.
Baca juga : 2 Balita Tewas, Rabies Merajalela di TTS
Pemda NTT juga secara resmi memohon kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar diberikan VAR dan Serum Anti Rabies (SAR) pada 18 Juni 2023. Stok saat itu yang tersisa di NTT yaitu 14.566 vial VAR dan 10 vial SAR.
Kepala Dinas Peternakan NTT, Johanna Lisapaly, pada 23 Juni 2023 mengumumkan lagi kalau kasus rabies di NTT membuat World Organisation for Animal Health (WOAH) atau Organisasi Kesehatan Hewan Dunia turun tangan. Organisasi ini disebutnya mengirimkan 70 ribu dosis vaksin.
Baca juga : Rabies di NTT, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia Turun Tangan
Pada akhir Juni Pemda TTS mencatat 5 anak menjadi korban jiwa virus ini. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, Ria Tahun, menyampaikan berita duka itu pada 29 Juni 2023.
Sementara laporan gigitan terus bertambah. Ada 666 kasus dengan gejala khas rabies hingga 3 Juli 2023 sesuai data Dinas Kesehatan TTS.
Meski kasus bertambah namun tak ada satu pun warga di TTS yang dijerat pidana atau didenda meski ada instruksi bupati soal itu dua bulan sebelumnya.
Baca juga : 5 Anak Korban Rabies Tutup Usia, Andai Segera Dicegah
Satuan Tugas Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di TTS saat dikonfirmasi 4 Agustus 2023 menyebut Pemda TTS hanya menerapkan cara persuasif meskipun sebetulnya bisa mengambil tindakan tegas.
Menurut data Komite Pencegahan dan Penanggulangan Rabies Flores-Lembata sendiri telah ada 13 warga NTT meninggal akibat rabies.
Ada 7 orang yang meninggal di zona Flores dan Lembata. Adapun 6 orang lainnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan atau zona Pulau Timor.
Baca juga : Nihil Anggaran, Vaksin Rabies di NTT Kosong Saat Kasus Meningkat
Kepala Dinas Kesehatan TTS, Ria Tahun, pada 27 September 2023 pun melapor soal korban jiwa yang tidak bertambah atau masih 6 orang dalam beberapa bulan ini.
Jumlah kasus gigitan sejak kasus pertama Mei lalu yaitu 1.520 kasus dengan 317 kasus yang memiliki gejala khas rabies. Virus rabies ini telah menyebar di 32 kecamatan seluruh TTS dengan 231 desa yang terpapar. ****




