Kupang – Para kepala desa (kades) asal Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) memprotes biaya perjalanan pelatihan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang berlangsung di Kota Kupang.
Para kepala desa menggunakan kapal ferry cepat untuk perjalanan bolak-balik Lembata – Kupang dengan biaya mendekati Rp 400 ribu per orang. Namun dalam item anggaran kegiatan diketahui mencapai Rp 2,4 juta per orang atau harga sebenarnya untuk tiket pesawat terbang.
Baca juga: Kades di Kupang Ingin Prioritas Penggunaan Dana Desa Dihapus
Kepala Desa Duawutun, Petrus Bala Keraf, dan para kades lainnya menyampaikan ini saat diwawancarai di Hotel Harper, Sabtu 30 September lalu.
“Ternyata nilainya Rp 2,4 juta. Ini yang jadi pertanyaan kami yang jadi akomodasinya apa seperti dalam surat yang mereka tuangkan ke kami. Kedua, kok bisa perjalanan semahal itu dengan perjalanan ferry?” tukas dia.
Para kepala desa mengaku jauh hari sebelumnya sudah menyampaikan kepada panitia bahwa mereka akan berangkat menggunakan kapal saja.
Baca juga: Belasan Desa di NTT Sepakat Buat Perdes Inklusi
Sudah begitu, para kepala desa mengaku tidak mendapatkan jatah untuk makan selama perjalanan menggunakan jalur laut dari Lembata.
“Sudah diinformasikan digunakan kapal ferry cepat sebelum bergerak ke kabupaten ternyata setelah mau jalan diinformasikan kalau makan siang itu tidak ada,” lanjut dia.
Panitia kegiatan mengaku kepada mereka bahwa kesalahan itu karena kekeliruan event organizer (EO) yang mengurus acara tersebut dan terlanjur ada kontraknya.
Kelompok kepala desa asal Lembata ini sebanyak 296 orang dan merupakan gelombang pertama pelatihan untuk kabupaten tersebut.
Baca juga : Jadi Pelopor Cegah TPPO, NTT Punya 174 Desa Sadar Hukum
Kegiatan itu merupakan peningkatan kapasitas aparatur desa yang berlangsung di Hotel Harper Kupang 28 September sampai 1 Oktober 2023.
Ada 8 jenis peningkatan kapasitas yang diselenggarakan baik itu untuk kepala desa, PKK, BPD dan kader posyandu.
“Yang kita khawatirkan karena nilainya tidak wajar. Ada apa sebenarnya sampai nilai sebesar itu dibayarkan kepada kapal yang waktu tempuh seperti ferry biasa,” komentarnya lagi.
Panitia dan EO saat coba dikonfirmasi pada hari terakhir kegiatan pun tidak bisa ditemui. Pada Minggu 1 Oktober 2023 sudah tidak berlangsung kegiatan lagi. Sesuai jadwal maka harusnya kegiatan itu berakhir pukul 11.00 WITA di hari tersebut.
Baca juga : Garamin NTT Desak Penerbitan Perwali Tentang Disabilitas
Namun ruangan yang dipakai untuk kegiatan sudah kosong dan dirapikan petugas hotel sejak 09.30 WITA.
Resepsionis hotel juga menyebut kegiatan itu sudah berakhir pada Sabtu, 30 September 2023, sehari lebih cepat dari agenda sebenarnya.
Menurut informasi sebelumnya para kepala desa asal Kabupaten Alor juga melakukan protes usai kegiatan berakhir. Para kades dari Alor yang menggunakan tiket pesawat dan kapal sama biayanya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Manek, membenarkan protes dari para kades asal Lembata dan Alor ini.
Baca juga : Dibantu Dana Desa, 33 Pengantin di Sikka Tanam 1320 Pohon Pisang
Kemendagri sebenarnya bekerja dengan EO untuk penyelenggaraan kegiatan ini dan DPMD NTT hanya berwenang untuk menghadirkan para kades.
Antara Kemendagri dan EO pun terdapat Regional Management Consultant (RMC) untuk wilayah NTT atau RMC II yang berkoordinasi terkait teknis kegiatan.
Namun menurut Viktor para penyusunan rencana kegiatan itu pun tidak mempunyai pemahaman yang komprehensif tentang topografi dan harga tiket pesawat di NTT.
Baca juga : Kisah Tiga Pria Warga Desa Maubesi Jadi Korban Perdagangan Saudara Sendiri
“(Maka) berbagai hal terjadi termasuk yang dikeluhkan oleh basudara semua dari Alor dan beberapa dari Lembata,” jawab dia, 6 Oktober 2023.
Anggaran perjalanan itu memang tidak sesuai fakta lapangan karena harga tiket yang sedang melambung tinggi dan berbeda-beda tiap kabupaten.
Sementara biaya pergi – pulang Rp 2,4 juta untuk tiket pesawat itu pun dipatok sama untuk seluruh kabupaten mulai dari Manggarai sampai Alor. ****