Kupang – Rentetan kasus bunuh diri terjadi di Pulau Sumba dari tanggal 1 hingga 18 Januari 2024. Ada 4 orang dengan usia dan latar belakang berbeda yang melakukan aksi nekat ini.
Berdasarkan catatan kepolisian dan berbagai pemberitaan, kasus kematian akibat bunuh diri di Pulau Sumba selama Januari ini bermula dari seorang remaja.
Pada 1 Januari 2024, ANT ditemukan telah mengakhiri hidupnya di sebuah gudang di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Kamalaputi, Kabupaten Sumba Timur.
Baca juga : Uskup Penentang Eksekusi Mati Tibo Cs Telah Berpulang
Malam sebelum ditemukan tewas, remaja 19 tahun ini sempat mengeluhkan perseteruannya dengan pihak keluarga. Ia kepada teman-temannya mengaku disalahkan atas suatu masalah oleh keluarganya.
Berbeda dengan ANT, seorang warga Desa Tanarara sempat makan pagi bersama dengan keluarganya sebelum ditemukan tak bernyawa. Ia adalah AP, pria 31 tahun yang bunuh diri di siang hari 11 Januari 2024. Ia nekat melakukan itu saat anggota keluarganya bekerja di sawah.
Warga Kecamatan Lewa, Sumba Timur ini sebelumnya berkutat dengan masalah mental. Ia disebut mengalami gangguan jiwa pada 2017 hingga dipasung selama sebulan pada 2020 lalu oleh keluarganya sendiri.
Baca juga : Masyarakat NTT Punya Andil Besar Dalam Kasus Bunuh Diri
Kemudian pada 16 Januari 2024 seorang manula 61 tahun berinisial MR mengambil nyawanya sendiri. Ia yang paling berumur dalam rentetan kasus bunuh diri di Sumba sepanjang Januari ini.
Warga Kambaniru Kabupaten Sumba Timur ini ditemukan meninggal dunia oleh sang istri di rumahnya sendiri di Kecamatan Lewa.
ASN berusia 51 tahun itu tidak dapat menerka alasan jelas hingga pilihan nekat itu diambil sang suami. MR tak memiliki utang atau hal berat lainnya. Pria itu juga tampak beraktivitas seperti biasa di sekitar rumahnya pukul 06.00 WITA hingga ditemukan tak bernyawa dua jam berselang.
Baca juga : Komentar di Media Sosial Picu Anak Bunuh Diri
Dua hari kemudian, ARKT yang adalah seorang gadis 17 tahun asal Desa Wailawa, Kabupaten Sumba Tengah, ditemukan bunuh diri di dalam toilet sebuah toko di Sumba Timur.
Kejadian 18 Januari 2024 ini membuat geger warga di sekitar Jalan S. Parman, Kelurahan Prailiu, Kabupaten Sumba Timur.
Ia diketahui memang bekerja di Sumba Timur namun kepolisian belum bisa menyimpulkan motif dari tindakan yang dilakukan gadis ini.
Baca juga : Pelajar dan Anak DPRD Tewaskan Transpuan, Rapuhnya Kontrol dari Keluarga
Menurut Dosen Psikolog Universitas Nusa Cendana (Undana), Indra Yohanes Kiling, budaya masyarakat yang terlalu cepat menghakimi ketimbang mendengar bisa menjadi dorongan bunuh diri bagi orang-orang yang depresi atau terhimpit tekanan ekonomi.
“Kita kurang budaya ‘kasih telinga’ untuk orang lain dan masyarakat kita umumnya lebih cepat menggurui orang yang mempunyai pengeluhan padahal kadang mereka hanya butuh seseorang untuk mendengar saja,” jelas Indra.
Baca juga : NTT Kekurangan Psikolog Dampingi Anak Korban Pelecehan
Hal ini membuat kebanyakan orang yang rentan secara mental enggan mengeluarkan emosi dan memendamnya sendiri.
Selain kurang mendengar, masyarakat pun acap kali membanding-bandingkan kehidupan orang lain dan menilai semua orang punya ketahanan mental yang sama. Kejadian ini bisa dijumpai dalam lingkungan sosial maupun dunia maya.
Saat ini terdapat berbagai layanan psikolog secara online namun tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan mental masih sangat kurang. Masyarakat NTT umumnya memandang orang yang berkonsultasi dengan psikiater adalah orang dengan gangguan jiwa.
Baca juga : Mahasiswa Coba Bunuh Diri, Rektor Undana Soroti Dosen dan Layanan Psikolog
Sebenarnya, kata dia, fenomena bunuh diri di NTT harus ditanggapi oleh pemerintah dengan menempatkan psikolog di tiap-tiap puskesmas yang bisa dijangkau masyarakat.
Upaya untuk meredam tingkat stres atau depresi akibat permasalahan rumah tangga, ekonomi, maupun berbagai hal lainnya, hingga menekan keinginan untuk bunuh diri dapat dilakukan.
“Sehingga kasus-kasus yang ada tendensinya ke bunuh diri itu sebenarnya bisa dicegah tapi kalau di kita bila tendensi itu muncul justru berhadapan lagi dengan stigma yang hidup di masyarakat kalau ke psikolog itu berarti gila, sebenarnya tidak,” jelasnya. ***
Anda bisa mencari bantuan jika mengetahui ada sahabat atau kerabat, termasuk diri anda sendiri, yang memiliki kecenderungan bunuh diri. Informasi terkait depresi dan isu kesehatan mental bisa diperoleh dengan menghubungi psikolog, dokter kesehatan jiwa di rumah sakit terdekat atau mengontak sejumlah komunitas untuk mendapat pendampingan seperti LSM Jangan Bunuh Diri via email janganbunuhdiri@yahoo.com dan saluran telepon (021) 9696 9293, dan Yayasan Pulih di (021) 78842580.